Improving Quality Of Life

Visitor 15.778

Hits 761

Online 11

KATALOG KARYA
2012.3608 - 223.GIG
Cerita Bersambung - Alam © 2012-04-04 : 09:58:39 (4398 hari 06:17:27 lalu)
The Power to be your best ternyata tak ku duga, di sini mulai cerita
KRONOLOGIS KARYA » FAJAR MENYINGSING DI BLORA. (CHAPSTER 3 : MASA SILAM YANG KELAM) BAG.1 ± Cerita Bersambung - Alam © GigihSantosa. Posted : 2012-04-04 : 09:58:39 (4398 hari 06:17:27 lalu) HITS : 1789 lyrict-lagu-pilihan-lama Editor
RESENSI : Cerita yang digali dari negeri sendiri, dimana sebuah kepahlawanan muncul dengan sendirinya, hanya berpegang sebuah keyakinan tentang kebenaran.
Demang wijilan masih tertawa terbahak bahak, ketika dilihatnya winarti mulai menari. Tamu undangan pun semua bersukaria. Ditemani tuak dan segala makanan yang beraneka ragam, pesta dikademangan wijilan betul betul betul meriah. Sebagian rakyat kademanganpun berbondong bondong menyaksikan tayub yang rencananya akan digelar tiga malam berturut turut. Tak luput tamu undanganpun larut dikemerihaan pesta demangnya. Minuman keras, candu, perjudian tradisional tergelar tanpa tedeng aling aling ditempat itu.

Tarian winarti betul betul sihir yang nyata. Banyak mata yang takjub dan terpesona oleh liukan tubuh dan ekpresi wajah winarti. Terlebih lebih tuan rumah yang nyata nyata dari lama sudah menyimpan asa kepada wanita penari tayub kondang itu. Biarpun dalam kondisi tidak menanggap winarti, kadang demang wijilan berlomba lomba dengan demang demang dan lurah lain tuk memberi hadiah kepada winarti. Bermaksud mencuri hati penari tayub itu, yang belum satupun menjatuhkan kepada siapa dia akan mau untuk diperistri syah atau setidaknya menjadi istri simpanan.
Sebenarnyalah winarti adalah jenis wanita yang jinak jinak merpati, gampang gampang susah. Keliatan mudah tapi sebetulnya sulit. Mengapa para demang dan lurah di tlatah blora tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada seorang yang bernama winarti? Winarti hanya seseorang penari tayub saja. Jawabanya adalah winarti terkenal dekat dengan para petinggi kompeni yang berada di tlatah blora dan sekitarnya. Baik kumpeni yang menjabat kepala perkebunan hutan jati, kumpeni kepala pabrik gula ataupun kumpeni yang membawahi administrasi di kadipaten blora.

Winarti menari dengan sepenuh jiwanya. Selain sebagai mata pencaharian utama, menari bagi winarti adalah sebuah manifestasi keindahan dari sebuah seni hasil karya manusia. Didalamnya banyak sekali struktur struktur anggota badan yang bisa dieksploitasi dengan sedemikian rupa, bahkan gerakannya pun memuat filosofi yang dalam, tentang cikal bakal alam dan manusia yang biasa disebut dengan sangkan paraning dumadi.
Tetabuhan gamelan yang memekakan telinga hanya seperti angin lalu saja kepada mereka yang sudah dibuai kesenangan dunia. Satu dua tamu undangan yang dipilih winarti dengan kalungan sampurnya (selendang) untuk menemani menari dengannya, betul betul membuat semua laki laki yang hadir ingin merasakan menari bersama winarti.  Nyata kecantikannya seolah olah melebihi bidadari.
Malam itu demang wijilan sang empunya gawe juga merasakan hal yang sama, darah kelaki lakianya seperti menggelegak butuh penyaluran. Didalam hatinya mendendam suatu niat bahwa malam ini dia harus mendapatkan winarti, walaupun sekedar tubuh tanpa hatinya.
Satu babak tarian telah diselesaikan winarti, babak berikutnya diisi oleh penari lain yang satu rombongan atau yang tidak satu rombongan dengan winarti. Diantara penari sendiri, winarti memang menonjol disegala segi.
Winarti selalu membuat iri penari tayub yang lain. Mereka iri dengan apa yang telah dicapai winarti. Sedangkan mereka juga sama sama penari, sama sama cantik, tetapi entah mengapa mereka tidak begitu mendapat perhatian layaknya winarti. Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak, karena winarti sudah terlanjur melegenda dan mempunyai penggemar dikalangan elit kumpeni maupun aparatur lain dibawahnya.

Disaat winarti selesai menari, dia langsung masuk kedalam kademangan yang sekaligus rumah dari ki demang wijilan. Ramai orang didalam. Mereka semua pada kasak kusuk membicarakan winarti, winarti pun hanya tersenyum. Dengan santainya winarti bertanya kepada salah satu wanita yang dijumpainya didalam kademangan itu...
"mbok ayu, dimana letak pakiwan (kamar mandi) kademangan ini?"tanya winarti.
Dengan tergopoh gopoh wanita setengah baya yang dipanggil mbok ayu oleh winarti itu menjawab.
"oh, sebelah sini nisanak...mari aku antarkan"
Lagi lagi dengan senyumnya winarti berkata.
"Trimakasih mbok ayu, saya jadi merepotkan"...
"oh tidak nisanak, aku memang orang yang betugas mengurusi segala kebutuhan tamu dari ki demang wijilan" jawab wanita setengah baya itu.
Sampailah winarti dan wanita setengah baya itu di pakiwan kademangan. Air didalam beberapa kewaron (sejenis gentong tetapi mempunyai mulut lebih lebar), ternyata semuanya penuh. Orang yang ditunjuk untuk mengurusi pakiwan disaat kademangan mempunyai hajat benar benar tidak mengecewakan. Setelah selesai dengan hajatnya, winarti pun kembali ke banjar kademangan. Banyak sekali tamu undangan juga duduk disana. Kali ini ki demang sendiri yang menyambut winarti. Dengan senyum lebar dan tampang yang dimanis maniskan.
"Winarti...winarti, mari mari duduk disini" Ki demang menyilahkan duduk disampingnya.
Tak ayal nyai demang wijilanpun menekuk mukanya. Masih dengan senyum khasnya winarti mengangguk. Kali ini demang wijilan sangat sangat bangga akan dirinya. Dia berhasil mengajak duduk winarti saja sudah menjadi sumber kecemburuan tamu undangan lain yang  tak lain adalah kolega koleganya sendiri.
Sesunguhnyalah hati nyai demang wijilan menyumpah serapahi winarti dengan sumpah serapah paling busuk didunia. Mukanya yang masam mempertegas ketidak senangannya kepada Winarti.
"Wanita laknat tak tau malu" Rungut nyai demang wijilan dalam hati.

Malam telah menjadi larutnya, sedangkan keramaian di kademangan wijilan belum menjadikan surut. Semua berpesta pora tetapi ada sebagaian yang pulang dengan wajah tertunduk dikarenakan semua uangnya telah habis dimeja judi. Bahkan sudah ada yang sawah, ternak dan tegalannya sudah berpindah tangan. Rungut dan sumpah serapah tak henti hentinya beriringan dengan langkah gontainya.
Baik dari pengaruh tuak yang dia minum atau perasaannya yang kacau karena kemiskinan telah di ambang mata.
Dari pada itu, didalam kademangan, rombongan winarti dipersilahkan menempati rumah Gandok, ruangan yang ada beberapa kamar tapi terpisah dengan rumah induk, itulah rumah Gandok.
Kali ini winarti menempati salah satu kamar dari rumah gandok tersebut. Winarti memasuki kamar itu, matanya berkeliling sejenak, lumayan pikirnya, tapi tetap tak seindah kamar kamar ndoro ndoro kumpeni, yang ranjangnya terbuat dari besi tempa dengan penuh ukiran, kasurnya sangat empuk dan hangat, bentuknya juga pasti lebar, hingga leluasa dikala beristirahat. Winarti segera merebahkan tubuhnya tanpa berganti pakaian lebih dulu karena saking penatnya.
Ada perasaan sepi menjalar di angannya. Menjadikan matanya jauh menerawang mengikuti alur alur kehidupannya di masa lampau.
Tak disadari, winarti telah jauh kepada ingatannya dimasa lampau yang betul betul membuat hatinya bergidik, dipenuhi dengan dendam dan satu tekad bulat untuk membalasnya.

Ketika itu winarti masih berumur kisaran sebelas tahun, tatkala segerombolan perampok menyatroni desanya. Tanpa perasaan perampok itu membunuh semua laki laki yang berada didesanya, tak terkecuali ayahnya. Orang tua satu satunya winarti dikarenakan ibu winarti meninggl disaat melahirkan winarti. Didepan mata dan hidungnya, ayahnya yang sudah menghiba minta pengampunan, tetap ditebas batang lehernya. Kepalanya menggelinding terpisah dengan badanya, hingga darah muncrat sampai kemana mana. Winartipun menjerit sambil berlari menubruk jasad ayahnya, isak tangisnya sontak pecah tanpa henti, sebelum sebuah tangan kekar menyeretnya keluar.
Tangan kekar itu begitu kuatnya, hingga tak kuasa winarti melepaskan diri walaupun sudah meronta ronta dengan sekuat tenaganya.
Tidak beberapa lama desa winarti telah habis dibakar oleh gerombolan perampok itu. Setelah semua harta benda yang sekiranya bernilai telah terangkut di beberapa gerobak yang sudah dipersiapkan.  
Selain harta benda dari desa winarti, perampok itu juga membawa semua ternak milik penduduk desanya. Juga membawa ibu ibu muda yang masih kelihatan menggairahkan. Apalagi gadis gadis ayu yang masih bau kencur seperti winarti tak luput menjadi sasaranya. Ikut dijadikan sandera atau sekedar menjadi bulan bulanan nafsu para perampok itu.
Begitulah winarti selalu terngiang ngiang kejadian dimasa lalunya. Ingatan itu sangat menghantuinya dan kadang sesekali membuat perutnya seperti mau muntah. Terlebih lebih ingatanya ketika dirinya yang belum sama sekali mengenal seutuhnya seorang laki laki, telah dipaksa melakukan layaknya hubungan suami istri.
Kengerian itu masih melingkar lingkar dibenaknya, menjadikan begitu dendamnya kepada makluk yang bernama laki laki. Terlebih kepada orang yang pertama kali menjamahnya atau memperkosanya yang bercirikan ada codet dikeningnya dan jari jari tangan sebelah tangan kiri tidak genap lagi, sepertinya hilang karena terbabat sebuah senjata tajam.

Ketika segala sesuatunya telah tejadi, yang ada dari diri kita hanyalah sebuah penyesalan. Akan tetapi seseorang yang berpandangan positif akan menerima kenyataan itu dengan lapang dada, dan bersikap supaya tidak jatuh kepada hal yang sama yang membuat penyesalan terjadi lagi. Sebagai mana kita adalah makluk Tuhan yang dikaruniai pikiran dan perasaan, sebaiknyalah semua itu kita gunakan semaksimal mungkin. Karena kekuatan kita hanyalah sebetulnya semata mata mengandalkan hasil kerja otak kita, selebihnya perbuatan nyata dari badan wadag kita.
Tetapi kali ini kita menceritakan sebuah kisah yang sedikit berbeda, karena beberapa pertimbangan kadang kadang nilai hidup diambil dari sebuah aksi yang menimbulkan reaksi. Berjalan beriringan dengan pertahanan diri dari seleksi alam yang kompetitif, menjadikan tingkat survival manusia dengan manusia lain pastinya berbeda.
Winarti adalah sosok yang mempunyai semangat yang luar biasa dalam mempertahankan hidupnya, dia terlihat sangat menghargai kehidupanya yang sempat remuk redam. Hal diluar kehendaknya, bila mana dia menyerah, pastinya dia tak akan tumbuh menjadi winarti seperti saat ini, karena sekarang dunia bagai digenggamannya.
“Mbok.....” Winarti memanggil seseorang. Dari luar kamarnya yang sekarang dia tempati, sesorangpun menyahut.
“Ada apa winarti” jawab seseorang setengah tua yang sehari hari dikenal sebagai pembatu yang mengikuti kemanapun ndoro putrinya berada. Kali ini diruangan tersendiri, seseorang wanita setengah tua itu tidak memanggil winarti dengan sebutan ndoro, akan tetapi memanggil namanya saja.
Sebagai seorang yang drajatnya hanya pembantu hal ini sangatlah aneh.
“Masuklah mbok..” pinta winarti. Tak beberapa lama pintu itupun terbuka, dan masuklah seseorang wanita setengah tua itu.
“Duduklah mbok” winarti menyilahkan wanita itu duduk disebuah kursi didepan kaca rias. Kala itu winarti sedang berganti baju pentasnya diganti dengan baju untuk tidur.
“Sejauh ini kita sudah berjalan ya mbok, semuanya sepertinya sudah bisa kita kendalikan” Kata winarti lirih. Seseorang wanita yang dipanggil simbok itu hanya mengangguk angguk saja, dia tetap berdiam sambil memperhatikan winarti.
“Mbok apakah langkahku sudah membuat simbok berkenan” tanya winarti selanjutnya.
sambil termangun mangu seseorang yang dipanggil simbok itupun menjawab.
“Perjalanan kita terlihat sudah sebagai mana mestinya winarti, akan tetapi cita cita kita bukan hanya sampai disini kan nduk” jawab seseorang yang dipanggil simbok itu.
Jawaban seorang wanita yang dipanggil simbok itu membuat winarti tersenyum.
“iya mbok, aku sadar langkah kita kedepan pasti lebih sulit dari yang sudah sudah”
“Tapi tetap kita harus menjalani winarti” jawab seseorang yang dipanggil simbok.
“iya mbok, kita tidak bisa tidak memperjuangkan apa apa yang dulu diperjuangkan ramanda, walau dengan cara cara kita sendiri” Kata kata winarti dengan sedikit penekanan.

Disaat mereka tengah berbincang, pintu rumah gandok depan sepertinya ada yang membuka.
Seketika winarti dan seseorang yang dipanggil simbok itu langsung terdiam.
Keheningan merayap dikepala mereka, selanjutnya seseorang yang dipanggil simbok pun melocat melewati jendela dengan sekali hentakan, tanda ilmu memeringankan tubuh yang sempurna.
“Winarti..winarti..apakah sudah tidur cah ayu?” ketukan pintu kamar yang ditempati winarti disambung dengan panggilan untuk dirinya.
“Apakah ndoro demang wijilan?”...tanya winarti dari dalam...
“iya winarti, bukalah...ini aku kidemang wijilan” sahut kidemang wijilan.
“Ndoro demang, ada maksud apa ndoro demang memanggil saya disela semuanya sedang beristirahat?” Tanya winarti yang belum melangkah untuk membukakan pintu.
“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu winarti” jawab ki demang wijilan.
“Apakah tidak bisa besok pagi saja ndoro”  Tanya winarti masih dari dalam kamarnya.
“Sekarang cah ayu, lebih baik masalah itu kubicarakan sekarang” jawab ki demang wijilan segera.
Winarti masih termangu mangu,akan tetapi sesuatu dihatinya seperti berdesir, menyiratkan gelagat yang kurang baik dirasakan winarti. Sebetulnya winarti bukanlah wanita yang lemah dan hanya pandai menari saja seperti yang diperlihatkan selama ini, hanya saja kapandaiannya dalam olah kanuragan dan beberapa ilmu pamungkas yang winarti punya belum saatnya dikeluarkan. Maksud dan tujuan winarti pastilah ada, akan tetapi bila memang sangat terpaksa kependekaran winarti sewaktu waktu bisa dipergunakan. Sesungguhnyalah saat ini winarti sedang berpikir keras.
“iiiya ndoro demang, tunggu sebentar, saya sedang mengganti baju” jawab winarti tak seperti apa adanya.
Ki demang wijilanpun meringis lega, dipikiranya ada sesuatu niat yang belum kita ketahui bersama.
“Cepat winarti, aku tak mempunyai waktu banyak” sambung ki demang wijilan.
Winartipun melangkah mendekati pintu yang dibaliknya berdiri ki demang wijilan. pintupun berderit tanda di buka.
“Ki demang...”senyum winarti seperti biasa selalu menghiasi. Deretan gigi putihnya yang rapi dan bersih selalu tersembul dibalik senyumannya yang merontokan semua hati laki laki.
Ki demang yang sudah agak mabuk oleh tuak yang diminumnya, agak sempoyongan masuk dikamar yang ditinggali winarti saat ini.
“Bagaimana winarti, apakah kau bisa istirahat tenang di bagian rumahku ini? Tanya kidemang wijilan kepada winarti.
“ehmm...gimana mau tenang ndoro demang, aku akan segera rebahkan diri, ndoro malah datang disaat sudah larut begini” jawab winarti dengan kerlingan manja.
Ki demang wijilan pun tak urung tertawa mendengarjawaban winarti.
“Kau memang lain winarti, senyum dan pembawaanmu memang berbeda dengan wanita wanita yang pernah aku kenal” gumam ki demang lirih.
“Tidak juga ndoro,...aku hanyalah seorang penari tayub, yang tidak mempunyai keistimewaan seperti yang ndoro demang maksud” jawab winarti halus.
“Tidak winarti, aku bisa merasakan bahwa kau memang lebih dari pada wanita lain” kata ki demang wijilan sambil tanganya menggapai tangan winarti.
winarti mandah saja ketika tanganya dipegang goleh ki demang wijilan.
“Winarti...aku sudah berkali kali melamarmu, apakah saat ini juga belum bisa kamu putuskan?? Apakah kau terima atau kau tolak lamaranku winarti” imbuh kidemang wijilan.
“Ndoro demang, bukanya aku tidak mau dengan lamaran ndoro, akan tetapi aku hanya belum siap menikah” jawab winarti diplomatis.
“Besok bila aku sudah siap, aku akan berikan jawaban itu kepada ndoro demang” lanjut winarti kemudian.
“Apakah ada demang lain ato lurah lain yang sudah mengisi hatimu winarti?” tanya ki demang wijilan.
“Semuanya belom ada ndoro, semuanya juga masih aku anggap sewajarnya” jawab winarti.
“Baguslah winarti, lihatlah...siapa yang tertampan dan terkaya diantara demang demang ataupun lurah lurah itu....demang wijilanlah seharusnya yang menjadi pemenang” lanjut kidemang wijila menyombongkan diri.
Winartipun hanya tersenyum penuh teka teki, dengan perawakan yang merak ati dan suba sita yang komplit winarti menjawab dengan tenang.
“Memang betul demikianlah ki demang, kidemang wijilan lebih semuanya atas demang demang dan lurah yang winarti kenal” dengan santun winarti mneyetujui kata kata demang wijilan.
Mendengar jawaban itu kidemang wijilan bagai terbang   dan duduk disinggasana langit dengan dampar kencananya.
Kali ini ki demang dibuat sangat senang.
Disaat bersamaan kidemang wijilan telah menarik tangan winarti, dan seketika juga winarti sekarang telah berada dipelukan demang wijilan. Dengan nafsu yang berkobar kobar laki laki itu ingin memaksakan kehendaknya yang sedari tadi ia tahan.
“Ayo winarti,...layanilah aku” kata kidemang sambil sibuk menciumi leher jenjang winarti.
Winarti yang ngeri sekaligus jijik melihat sikap dari kidemang wijilan, masih menahan diri, dibenaknya masih mencari jalan keluar supaya winarti keluar dari masalah ini dengan kesan bagus.
“Kidemang, jangan kidemang....saya kira waktu ini bukan waktu yang tepat untuk kita melakukan itu ndoro” pinta winarti.
Ki demang wijilan malah makin merekatkan pelukanya, tak digubrisnya kata kata winarti barusan.
Dan sesungguhnya yang terjadi kemudian adalah.....seketika, tubuh ki demang wijilan seperti lemas, menggelosor dilantai tanpa daya.
Winarti tidak mempunyai cara lain selain menotok jalan peredaran darah dari ki demang wijilan yang membuat demang itu pingsan tak sadarkan diri.



Share


Yogyakarta, 2012-04-04 : 09:58:39
Salam Hormat
Gigih Santosa

Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya
Cerita Pendek : 14 Karya
Prosa : 1 Karya
Puisi : 6 Karya
Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya
Total : 31 Karya Tulis


DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa


Isi Komentar Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 3 : Masa Silam yang Kelam) bag.1 3608
Nama / NameEmail
Komentar / Comment
BACK




ATAU berikan Komentar mu untuk karya Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 3 : Masa Silam yang Kelam) bag.1 3608 di Facebook



Terimakasih
KASTIL CINTA KU ,



CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Kita terganggu, bukan karena hal-hal yang terjadi melainkan oleh pendapat pribadi kita sendiri terhadap hal-hal yang terjadi tersebut.
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti