Jakarta ( Berita ) : Hepatitis C berpotensi menjadi wabah terselubung karena penyakit hati akibat infeksi virus yang dapat menular dengan cepat antarmanusia tersebut tidak menunjukkan gejala khas sehingga sulit teridentifikasi.
"Data yang ada mengindikasikan, masalah hepatitis C telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Penyakit ini mematikan dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa [29/09].
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan tujuh juta penduduk Indonesia mengidap virus hepatitis C dan ribuan infeksi baru muncul setiap tahun namun 90 persen pengidap tidak menyadari kondisi infeksi mereka.
Pemerintah belum memiliki data kasus dan sebaran hepatitis C menyeluruh namun sejak dua tahun lalu memulai pendataan kasus hepatitis di sejumlah provinsi bekerja sama dengan perusahaan farmasi PT Roche Indonesia.
Menurut hasil pendataan yang dilakukan 123 unit pelapor yang terdiri atas unit transfusi darah, rumah sakit dan laboratorium kesehatan di 21 provinsi tersebut, jumlah kasus positif hepatitis C yang terlapor di unit pelapor total sebanyak 15.736 kasus. "Tetapi itu belum bisa digunakan sebagai acuan untuk memperkirakan insiden atau prevalensi karena pendataan hanya dilakukan berbasis fasilitas," kata Tjandra.
Pemerintah, lanjutnya, berencana melanjutkan dan memperluas pemantauan (surveilans) kasus hepatitis C untuk mendapat gambaran penyebaran penyakit tersebut di Indonesia.
"Surveilans di 21 provinsi tetap dilanjutkan dan akan diperluas. Tetapi itu butuh waktu karena tidak mudah menyiapkan sentinel-sentinel pengumpulan data untuk keperluan tersebut," kata Tjandra.
Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Unggul Budihusodo mengatakan surveilans nasional hepatitis C sangat diperlukan dalam penyusunan strategi penanganan hepatitis C yang komprehensif.
"Data kasus dan sebaran yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan penyakit akan menjadi dasar dalam menyusun strategi, kebijakan dan program intervensi," katanya.
Penanggulangan penyakit itu mesti dilakukan secara komprehensif karena beban tahunan akibat penyakit itu tergolong tinggi. Biaya tahunan yang dibutuhkan setiap pasien hepatitis C kronis per tahun mencapai Rp3,5 juta hingga Rp5 juta, pasien sirosis Rp15 juta-Rp20 juta dan pasien kanker hati Rp1,3 miliar-Rp3 miliar.
Penularan
Infeksi virus hepatitis C menular dari manusia ke manusia lewat cairan darah terinfeksi, antara lain melalui transfusi, pemakaian jarum dan alat medis berulang, penggunaan alat cukur dan pemotong kuku secara bergantian.
Hal itu membuat pengguna narkotika dengan suntikan, penerima produk darah yang belum melalui proses pemindaian, penerima transplantasi organ tanpa pemindaian, pasien hemofilia dan hemodialisis (cuci darah), tenaga medis dan orang dengan mitra seksual terinfeksi hepatitis C menjadi kelompok yang berisiko terserang hepatitis C.
Menurut Prof Ali Sulaiman dari Divisi Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, infeksi hepatitis C kronis dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan dalam jangka panjang menyebabkan komplikasi berat seperti sirosis (pengerasan hati) dan kanker hati yang berujung kematian.
Jumlah pengidap virus hepatitis C di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menurut WHO cukup tinggi namun persentase jumlah orang yang ditemukan atau terdiagnosis sangat bervariasi dengan kisaran antara lima persen hingga 50 persen.
Tingkat pelaporan kasus tersebut tergolong rendah karena tidak ada gejala khas yang menandainya. Hal itu, menurut WHO, membuat sekitar 90 persen pengidap virus hepatitis C tidak sadar telah terinfeksi.
Oleh karena itu, lanjut Prof Ali, yang terpenting dalam upaya penanggulangan penyakit tersebut adalah pencegahan dini, akses terapi dan surveilans nasional.
Pencegahan infeksi, menurut dia, bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dini, khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi tertular virus hepatitis C.
"Petugas kesehatan harus memastikan melakukan tindakan pencegahan standar. Sebaiknya jangan menggunakan jarum yang sudah terkontaminasi darah dan mentato atau menindik tubuh. Lakukan seks secara aman," katanya. ( ant )