|
adalah 10 tahun lalu ditahun 2000.
di salah satu pesisir pantai utara terdapat seorang filosof kehidupan yang menurut banyak orang sebagai seorang filosof yang cukup bijaksana.
filosof ini bukanlah seorang ahli dengan gelar-gelar akademik yang panjang.
beliau adalah sebagai manusia biasa tanpa gelar-gelar akademik maupun gelar keagamaan.
kebijaksaan filosofis yang dimilikinya hanyalah tempaan penderitaan dan kesulitan yang teramat panjang.
sejak muda,
sang filosofis ini senantiasa berada dalam kerasnya kehidupan.
sepertinya,
tidak sempat mendengar bahkan merasakan nikmanya kehalusan tutur kata.
tidak sempat merasakan damainya sentuhan hati yang subur.
demikianlah keadaanya,
sampai akhirnya memilih satu jalan pengelanaan dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendapatkan kebijaksanaan sang hatinya yang gundah gulana.
entahlah berapa lama perjalanan yang ditempuhnya.
entahlah berapa ribu kilometer jarak yang telah ditempuhnya.
yang pasti,
dari suatu kampung ke kampung,
dari satu gunung ke gunung.
dari satu pulau ke pulau.
tibalah satu saat,
kehadiran sang filosofis sahaya berdiri di depan sebatang pohon di tempat dimana sang filosofis berteduh.
matanya yang hampa tak hentinya memandang daun-daun pohon didepannya laksana kepiawaian ilmuwan dalam memecahkan persoalan.
tiba-tiba,
selembar daun melayang jatuh terbawa angin malam yang cukup kencang.
sang filosofis sahaya memungut daun itu yang terjatuh diantara kakinya.
dipandanginya daun itu seperti memandang sang pujaan hati yang didakannya.
"hemm pantes saja daun ini jatuh karena daunnya sudah kering".demikianlah gumannya.
tiba-tiba sang filosifis sahaya terhenyak karena di kaki kirinya terasa ada sesuatu yang menyentuh.
sang filosofis sahaya membungkuk dan meraih sesuatu yang menempa kaki kirinya.
lalu, benda itu dipungutnya.
ternyata, selembar daun yang masih segar.
sang filosofis sahaya tak henti memandang silih beganti diantara dua tangannya. dan tiba-tiba tersenyum penuh arti.
matanya pun berbinar bagai gemerlap bintang di cakrawala malam ini.
sang filosofis sahaya bergegas menuju bangku bambu yang dibuatnya untuk tempat istirahat dan berdiam diri memandang gelora ombak samudra yang tanpa batas.
sang filosofis sahaya duduk termenung.
terlihat dahinya sesekali berkerut.
lalu, bibirnya tersenyum lalu tak berama lagi kembali berkerut.
demikianlah,
berjam-jam lamanya sang filosofis sahaya seperti itu.
sampai,
akhirnya sang filosofis sahaya berucap "alhamdulillah....".
lalu, bangkit dan mengambil tas hitamnya yang lusuh.
sang filosofis sahaya memasukkan pakainnya satu persatu ke dalam tas lalu memandang sejenak samudra yang telah menghibur dirinya dalam suka dan duka dengan irama debur ombak dan semilir angin pantai.
demikianlah,
sepenggal filsafat sederhana dari sang filosofis sahaya yang telah memberikan pengertian akan arti seiap kejadian dalam kehidupan kita dari hari ke hari.
"daun yang sudah kering jatuh memang demikianlah seharusnya. karena ini merupakan hukum alam yang tidak bisa diubah oleh siapapun. sedangkan daun yang masih muda dan segar jatuh, ini harus dicermati sebab-sebabnya".
Jawa, 2010-12-06 : 21:50:08 Salam Hormat MIS Mutiara Sukma
MIS Mutiara Sukma mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2011-04-24 21:23:51. MIS Mutiara Sukma dilahirkan di Bandung mempunyai motto Jadikan diri sebagai haadiah bagi kebaikan untuk sesama.
Berita : 242 Karya Resensi : 30 Karya Opini : 33 Karya Puisi : 81 Karya Cerita Pendek : 6 Karya Sejarah : 2 Karya Cerita Bersambung : 3 Karya Laporan : 15 Karya Prosa : 3 Karya Biografi : 12 Karya Wacana : 2 Karya Filsafat : 48 Karya Kisah Nyata khusus Privacy : 4 Karya Pantun : 1 Karya : 4 Karya Lyrict : 1 Karya Surat dari Hati : 68 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 556 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS MIS Mutiara Sukma
Isi Komentar FILSAFAT FILOSOF SAHAYA 281
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya FILSAFAT FILOSOF SAHAYA 281 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Melawan arah angin cocok untuk penerbangan, saya tidak takut puluhan ribu orang yang menghalangi saya, hanya kuatir saya sendirilah yang menyerah.
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|