|
Bapak sudah pergi, sarapan sudah bapak sediakan di meja. Bapak cinta Ninda.
Ninda baru saja terbangun, ketika kertas dengan tulisan ala kecambah ada disampingnya. Kantuknya sama sekali belum hilang. Padahal tidurnyapun lebih dari cukup. Entah kenapa pagi itu ninda benar benar malas bangun. Ninda mencoba memejamkan matanya lagi, tapi kali ini pikiran sudah tak mau lagi diajaknya tidur. Beberapa menit keadaan seperti itu berlangsung, Ninda tetap mencoba menyilakan matanya tuk terpejam. Tapi lagi lagi pikirannya memberontak, ingatanya malah semakin kuat akan kejadian kemarin sore, ketika biola kesayangannya dirusak teman sekolahnya, yang kebetulan anak kepala yayasan dimana Ninda belajar.
“Hei loe, jangan sok ngetoplah, anak tukang sapu aja sekolah disini” hardik Virna ketika Ninda mengemasi biolanya. Ninda hanya diam, sementara tangannya masih sibuk memasukan biola tua pemberian bapaknya kedalam kotak. “Loe budhek ya!!” maki Virna makin ketus. Ninda dongakan kepala. Didepanya ada Virna dengan mata melotot, juga Esti dengan senyum sinis, serta Rosa yang sok acuh tak acuh. Tak sepatah katapun Ninda menjawab. Sudah saban hari kata kata seperti itu keluar dari mulut ketiga teman sekolahnya itu. Dan lagi lagi reaksi Ninda hanya diam dan berusaha sesegera mungkin menyingkir. “He he, mok kemana loe” lanjut Virna ketika melihat ninda ingin beranjak. Ninda tetap tak menghiraukan mereka, kakinya dengan tergesa melangkah meninggalkan ketiganya. Tetapi kali ini malang bagi Ninda, kaki Rosa telah mengait langkah kaki ninda, dan grobyak, Ninda terjerembab bersama biolanya, sampai sampai wadah biola yang telah lapuk kayunya seketika itu pecah karena tertimpa tubuh Ninda sendiri. Aduh!, hanya itu yang keluar dari mulut Ninda. Virna, Esti serta Rosa tertawa serentak. Belum cukup aksi mereka, sambil masih tertawa tawa ketiganya melangkah meninggalkan Ninda yang masih berusaha menggapai biolanya. Sungguh hari itu adalah hari paling naas bagi Ninda. Sebelum tangan Ninda berhasil menggapai, kretak, kretak, kretak, bunyi tiga kaki berturut turut tanpa ampun menginjak biola kesayanganya. Ninda hanya bisa menggigit bibir serta masih dalam keadaan rebah dan tangan terjulur. Ada bening mata menetes disana.
Jam 10 pagi, bapak Ninda pulang dengan banjir peluh serta debu dimukanya. Agak kaget juga melihat anak gadisnya masih dirumah. Hampir hampir Ninda tak pernah bolos sekolah. Dalam hati si bapak sempat juga bertanya tanya. Di dekatinya anak gadis satu satunya. Senyum tulus seorang bapak mengembang. Dilihatnya Ninda cemberut. Tetapi senyum itu tetap meneduhkan. Masih disertai senyum si bapak bertanya dengan bahasa isyarat, digerak gerakan tanganya sambil mukanya menambahikan ekspresi yang memperkuat apa yang dimaksudkan. Ninda sangat mengerti bahasa bapaknya. Si bapak bertanya. Kenapa kok cemberut? Adakah yang menyakit hati anak bapak tersayangi? Ninda diam. Hanya saja bibirnya perlahan gemetar. Sedetik kemudian sudut mata itu terlihat mengembun.
Bapak Ninda segera mendekati Ninda dan duduk disampingnya. Ninda Menunduk. Kedua tangan menutupi mukanya. Pundak Ninda bergetar tanda isak yang dalam. Direngkuhnya pundak anaknya, sambil mengelus punggungnya. Lho kok nangis…..masih dalam bahasa isyarat si bapak mencoba menghibur Ninda. Tetapi tiba tiba dihempaskanya tangan bapaknya, Ninda pun beranjak berdiri. Bapaknya agak kaget dibuatnya. Tak pernah anak gadisnya berbuat seperti saat ini. Ninda berbalik dan berdiri tepat mengarah ke bapaknya. Sambil berurai air mata, Ninda memberi jawaban pertanyaan bapaknya. Tak cukup dengan bahasa isyarat, jawaban Ninda disertai suara juga. “Aku marah kepada bapak!!!” Suara ninda mengeras bercampur dengan tangis. “Kenapa bapak miskin, kenapa bapak hanya tukang sapu, kenapa bapak bisu, kenapa bapak tuli, kenapa aku harus menjadi anak bapak, kenapa?” dan seribu pertanyaan kenapa kenapa yang lain masih saja meluncur dari bibir Ninda. Bapak Ninda hanya terdiam dan masih pada tempatnya semula. Duduk. Masih dengan bahasanya isyaratnya sendiri, sibapak menjawab. Tanganya mengacung keatas. Terus digerakan memutar menyentuh kedua pundak. Selanjutnya menunjuk Ninda. Kembali tangannya ditarik. Jempol kanan menyentuh kening sebelah kanan, lantas naik keatas agak menyamping. Dan terakhir tangan bapak berbareng melingkar membentuk tanda hati, menyentuh dada bapak selanjutnya menyentuh dada Ninda.
Artinya: Pundak ini hanya menopang garis dan takdir~Nya Aku juga tak berharap mempunyai nasib seperti ini Hanya saja semua berada dalam rencana~Nya Tak akan ada keluh dibibir maupun hati Dan terbukti Tuhan sayang kepada bapak Dikirimkan~Nya mukjizat yang berbentuk seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya Itu adalah engkau anakku Dan balasan bapak hanyalah.. cinta kasih yang tak pernah habis untukmu.
Ninda tak kuasa menahan perasaan. Dihamburkan dirinya kepada bapaknya. Di peluknya erat erat, sambil menumpahkan semua persediaan tangis yang dimilikinya, serta membenamkan kepalanya didada ringkih bapak tercinta. “Maafkan Ninda pak, Ninda juga sangat sayang bapak”…kata Ninda lirih diantara derai tangisnya. Diluar, langit ikut terisak lewat rintik hujan. .Air matanya jutaan meter kubik guna menyangga hidup dan berlangsungnya kehidupan.
Di keesokan harinya Ninda telah ceria kembali. semangatnya justru bertambah. Apalagi ketika mau berangkat sekolah, bapaknya sempat menghampiri. Disodorkanya kotak wadah biola yang telah diperbaiki. Tak urung senyum Ninda merekah, hanya saja dalam hati Ninda berkata, kotaknya memang kembali bagus, tapi isinya? Dan seolah bapak Ninda tahu akan isi hati anaknya, dengan bahasa isyarat Ninda disuruh membukanya. Seketika mata Ninda berbinar. Di lihat di dalamnya ada sebuah biola baru, lengkap dengan dawai dan tongkat penggeseknya. Tak sabar Ninda ingin memegangnya. Biola itu memang baru, tetapi nampak sekali bukan buatan pabrik. Justru tangan yang sangat trampil yang bisa membuat biola seindah dan sehalus ini. Bahkan biola itu belum juga kena poles politer ataupun sejenisnya. Masih asli kayu. Masih mentah. Akan tetapi kehalusan penggarapanya serta sentuhan artistiknya tampak dominan. “bapak sendiri yang membuatnya?” Tanya Ninda. Sang bapak tersenyum dan hanya mengangguk. Selanjutnya dengan isyarat, Ninda disuruh mencobanya.
Mata Ninda terpejam, telah dijepitkan biola itu dibahunya. Perlahan tongkat penggesek diangkat sampai menyentuh dawainya.
Sebuah instrument muncul, bisikan melodi penggugah sukma, hingga peri peri pun ikut menjadi bagian didalamnya, senandungkan pujian, mengusik pintu gerbang surgawi, semesta jiwaku yang sunyi, bisa ceria begini rupa.
Tujuh tahun kemudian, tersiar kabar bahwa seorang gadis Indonesia pertama yang memenangkan piala bergengsi singgles violin women yang diadakan di Scotlandia bernama Ninda Ayundaning Tyas.
Setidaknya aku berusaha mencoba berbicara menggunakan dawai dawaiku. Ketika hati berjuang mewakili sebuah dunia. Sebuah dunia yang hanya kami yang bisa mengerti dan memahami, dimana dunia bersekat keterbatasan. Dunianya kaum papa yang sama sama berhak mengecap setitik manisnya kehidupan.
Yogyakarta, 2012-02-26 : 11:24:16 Salam Hormat Gigih Santosa
Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya Cerita Pendek : 14 Karya Prosa : 1 Karya Puisi : 6 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 31 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa
Isi Komentar Biola Mentah Ninda 3422
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya Biola Mentah Ninda 3422 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Beberapa kegagalan hanya merupakan cicilan-cicilan untuk mendapatkan kemenangan.
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|