|
Seorang anak kecil menderita polio yang menyebabkan ukuran kakinya menjadi tak seimbang.
Anak yang bernama Omar itu kerap mendapat ledekan dari teman mainnya dengan sebutan
"Omar Pincang".
Suatu hari Omar ingin bermain dengan teman-temannya.
Ia pun mendekati mereka yang sedang asyik bermain.
Namun, bukan sambutan ramah yang diterimanya, melainkan gelak tawa penghinaan.
Teman-temannya beramai-ramai menirukan cara Omar berjalan.
Omar-pun kembali ke rumah dengan perasaan sedih tak terkira diiringin tangisan yang tak kuasa dibendungnya.
Setibanya di rumah, sang ibu menanyakan dengan lembut apa yang membuatnya menangis.
Omar pun menceritakan kejadian yang dialaminya.
Setelah menyimak cerita anak tercintanya, ibundanya pun kerkata,
"Omar sakitnya dimana, di kaki atau di sini?"
tanya ibunda sambil menunjuk kepalanya.
"Di kaki, Bu,"
jawab Omar.
"Kawan-kawan Omar kakinya sakit tidak?"
tanya sang ibu yang disambut gelengan kepala Omar.
"Jika kaki mereka tidak sakit tapi berjalan dengan pincang, maka apanya yang sakit?"
tanya ibundanya.
Omar pun terdiam.
"Kaki Omar sakit, tapi kepala tidak.
Omar bisa pergi jauh nanti.
Tapi kalau kaki baik dan isi kepala tak baik, maka Omar tak bisa pergi kemanapun, Omar mau?"
kata ibunda Omar disertai senyuman yang meredam kesedihan hati si anak.
Pernyataan ibundanya itu begitu membekas di hati si anak.
Ia menyadari sepenuhnya
kekurangan dirinya, namun ia-pun meyakini apa yang ia miliki bisa ia maksimalkan.
Meski kakinya cacat, namun dengan kepandaiannya, kini Omar bisa pergi ke negeri-negeri jauh.
Gelar S1, S2, dan S3 ditempuh di 3 negara berbeda. Ia pun menjadi seorang profesor.
Kisah diatas mengingatkan kita pada permasalahan yang kerap dialami anak-anak yaitu
menerima penghinaan dari teman bermainnya.
Saat datang ke rumah, anak kita sedang menangis, dan banyak orangtua yang bermaksud menghibur anaknya dengan pujian, namun tidak sesuai dengan kenyataannya.
Ketika seorang anak yang kulitnya agak gelap menangis karena dibilang
"si hitam",
seorang ibu berkata,
"Siapa bilang, kulitmu hitam, nak?
"Enggak kok, kamu putih.
Mereka saja yang salah lihat!"
Cara seperti ini mungkin dapat menghentikan tangisan anak untuk sesaat, namun sesungguhnya menimbulkan dampak negatif di kemudian hari.
Pertama, anak menjadi tidak mengetahui realita yang sebenarnya.
Kedua, ketika anak sudah besar, sudah bisa menilai dan membandingkan maka ia akan menyadari bahwa pernyataan ibunya itu tidak benar.
Tentu hal itu akan menurunkan tingkat kepercayaan apa pun dari pernyataan ibunya.
Ketiga, anak akan senantiasa haus dengan pujian.
Dalam melakukan sesuatu, ia akan terfokus pada penilaian dari luar dan bukan dorongan dari dalam.
Keempat, anak akan tidak terdorong untuk meningkatkan kemampuannya.
Sebab, jika semua yang dilakukannya dinilai hebat, ia akan beralasan, mengapa saya harus berusaha keras?
Belajar dari ibunda Omar pada kisah tersebut, ia tidak memuji anaknya secara berlebihan atau menolak realitas yang ada.
Dengan jujur si ibu mengatakan bahwa memang ada kekurangan pada kaki Omar, akan tetapi ada kelebihan lain yang dapat ditingkatkan sehingga Omar mampu mencapai puncak kesuksesan.
Semoga ada yang bisa kita ambil hikmahnya.
(Suara Hidayatullah)
Oleh: Ida S. Widayanti
_

Jawa Barat, 2012-03-16 : 21:57:37 Salam Hormat Eden Jay
Eden Jay mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-05 20:04:15. Eden Jay mempunyai motto
Resensi : 12 Karya Filsafat : 3 Karya Cerita Pendek : 3 Karya Puisi : 4 Karya Total : 22 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS Eden Jay
Isi Komentar " OMAR PINCANG " 3522
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya " OMAR PINCANG " 3522 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Jika kita enggan mengerjakan yang kecil bagaimana mungkin bisa menjadi besar?
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|