|
Waktu merambat pasti. Mengitari detik dengan tertatih. Seperti kemarin. Persis sama dengan waktu kemarin kemarin. Hanya nama hari yang berganti, namun tidak untuk rasa ini.
Tengah malam. Angin berhembus melewati celah celah jendela. Desir hembusannya menusuk setiap persendianku, kedinginan. Ku pasang jacket. Seketika motorku telah menderu. Membelah jalan jalan diantara Gondomanan sampai Plengkung gading. Kuceburkan diriku disebuah jantung kecil kotaku. Di dalam sebuah malam, dengan dua buah beringin tegar menantang, aku larut disebuah alun alun dengan hati mulai menyerpih. Secuil kenang, tenggelamkan diriku di sebuah ruang lengang yang melenakan. Teh poci gula batu serta jagung bakar menunggu tanganku tuk hantarkan ke mulutku. Namun tidak. Tetap saja, sampai aku beranjak pergi, keduanya tak secuilpun tersentuh.
Sore tadi. Ingatanku kembali pada perbincanganku dengan orang yang sangat kucintai dan ku hormati. Bunda. Ya, bunda. Dimana telaga tenang selalu nampak dimatanya. Danau kasih yang tidak akan pernah kering. Tapi tidak untuk sore tadi. Kilatan cahaya matanya siratkan amarah. Kata kata yang penuh penekanan selalu saja keluar dari mulutnya yang suci. Muncul sebuah larangan untuk putra satu satunya. Aku. Ketika aku bercerita bahwa Gayatri adalah calon dari ibu dari anak anakku. Dan kuterangkan semuanya tentang Gayatri. Tentang kecantikanya, perangainya juga pekerjaaanya. Selanjutnya… “…apa, sinden?” jelas ibuku setengah berteriak. Aku hanya bisa merunduk. Aku tak berani menatap mata bunda. Mata yang biasanya tempat ku berteduh. Tempatku menimba kebahagian yang tiada berkesudahan. Oh Tuhan. “iya bunda, apakah ada yang salah dengan pekerjaannya itu?” tanyaku. Biar bagaimanapun aku harus mencoba menjelaskan kepada bunda, sebagai mana ku tahu persis siapa gayatriku. “Kau bukan anak kecil lagi, kau pasti tahu sinden itu pekerjaan seperti apa” jawab bunda. “Justru itu bunda, nanda tahu persis tentang siapa Gayatri juga pekerjaanya” ucapku pelan, hati hati, berharap bunda mau mengerti. “Nanda telah menyelidiki semuanya bunda” lanjutku. “apa yang telah nanda ketahui? tentang dirinya yang selalu pulang subuh dan berganti ganti pengantar? Atau mungkin kerling matanya yang menyiratkan kegenitan?” kata bundaku mulai sinis. Ada gelitik menyeruak dihatiku. Kupingku mulai panas. Tetapi aku harus tetap bersabar. Aku pun tak mau bila pernikahanku tanpa do’a restu darinya. Sepenggalah waktu ternyata aku bisa kuasai diri. Tapi diriku masih terdiam. Dan berkali kali ku ketahui didepanku bunda menghela nafas panjang panjang. “Bunda cobalah mengerti, aku benar benar tahu bahwa Gayatri bukan sinden denga tipe demikian, aku telah lama menyelaminya bunda, dia perempuan baik baik” Tak lelah ku perjelas tentang Gayatriku. “Bunda tetap tak setuju, titik” kata bunda kaku. Banyak lagi pembelaanku untuk Gayatriku. Kenapa dia sampai menjadi sinden, karena hanya suaranyalah yang bisa memberinya kesempatan untuk bertahan dalam kerasnya kehidupan. Makin gencar pembelaanku, makin ketus pula ucapan ucapan bundaku. Sore itu aku benar benar terpojok.
Malam makin dingin. Makin cepat pula ku lajukan motorku. Jalan jalan telah sunyi. Hanya satu dua yang berpapasan denganku. Pikiranku masih melayang layang entah kemana. Berganti ganti antara bunda, gayatri. Gayatri, bunda. Bunda, gayatri.
Lesehan malioboro. Ada beberapa orang yang ku kenal sedang asyik kongkow kongkow disana. Sapaan hangat mereka, membuat kepalaku sedikit lebih dingin. Segera ku bersila, bergabung dengan nuansa keramat kotaku. Nuansa kehangatan yang tidak dipunyai kota lain. Namun kini semua itu sepertinya tak berarti.
Ku selai sebatang rokok djie sam su. Asapnya membaur dengan pikiranku. Menggelayut tanda galau tingkat tinggi. Dua sosok masih saja berseliweran di kepalaku, gayatri dan bunda. Dua orang yang sangat sangat ku kasihi sedang mengaduk aduk perasaanku. Entah apa yang terjadi kedepan, aku hanya bisa menunggu. Kami bersama sama menunggu takdir.
“Apakah hanya seorang gayatri, perempuan yang engkau kenal didunia ini? Tiadakah pilihan lain yang lebih baik bagi seorang sarjana teknik sepertimu, pilihan yang bisa membuat keluargamu bangga akan dirimu, bukan malah memberi kami comberan dan kau hamburkan mentah mentah ke muka kami?” kata kata bundaku masih saja laksana panah panah api menembus bebas disemua bagian tubuhku.
Malam segera habis, pukul empat pagi sudah. Aku berjanji menjemput gayatriku. Dia sedang menjalankan profesinya sebagai waranggana di sebuah pagelaran wayang kulit. Tak kuhiraukan kata kata bundaku, aku telah mantab memilih gayatri sebagai calon istriku. Di mataku dia tak hanya sekedar waranggana biasa. Selain cantik dan bersuara merdu, gayatri adalah salah satu dari perempuan perempuan yang berusaha melestarikan kebudayaan asli warisan adiluhung para leluhur. Mereka adalah patriot penjaga kultur, kenapa kita harus memandang mereka sebelah mata? sedang kita juga bukan manusia manusia tanpa dosa. Biarkan mereka hidup seiring dengan tumbuh kembangnya kebudayaan dalam negri sendiri. Sesungguhnyalah kebudayaan kita sendiri saat ini nyata nyata dalam keadaan mati suri. ”Kedua orang tua kami telah meninggalkan kami dalam waktu yang lama. Sedangkan kau tahu, ketiga adikku masih kecil kecil dan semua bersekolah. Untuk itulah aku harus bekerja, biarpun keahlianku hanya menjadi seorang waranggana. Dan aku bersumpah, aku hanya menjual suaraku bukan tubuhku. Itupun tak tiap hari ada tanggapan. Hidup memang keras bagi kami. Aku tahu, banyak orang-orang yang punya pandangan miring terhadap profesiku. Tetapi bagaimana lagi, aku harus membiayai keluargaku. Sebenarnyalah memang kita mempunyai takdir masing masing. itulah takdirku juga takdir keluarga kami" dengan tegar gayatri pernah bercerita kepadaku. Tak ada jawaban dariku, dadaku seketika menyesak, luapan cintaku hampir hampir tak terbendung. Bulat sudah tekadku. Inilah ibu dari anak anak anakku kelak. Gayatri oh gayatri, bukan pekerjaanmu yang akan kunikahi, tetapi jiwa dan ragamu yang selalu kunanti. Bundaku hanya belum mengenalmu. Bila tahu betapa luhur budi pekertimu, niscaya dia akan merangkulmu sembari berkata: “Beri kami cucu yang banyak, berbahagialah kalian dengan do’a restu kami.”
Jogja, 070512.
Yogyakarta, 2012-06-05 : 20:39:41 Salam Hormat Gigih Santosa
Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya Cerita Pendek : 14 Karya Prosa : 1 Karya Puisi : 6 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 31 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa
Isi Komentar Gayatri oh Gayatri. 3793
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya Gayatri oh Gayatri. 3793 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Orang Sukses berpendirian teguh
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|