|
Kami berdua duduk dilantai mesjid melepas lelah. Jeng Ayu tampak menikmati istirahatnya sedangkan aku sangat terpesona dengan penataan bangunan mesjid bagian dalam.
Lantai mesjid dibangun bertahap sepertihalnya tanah sering pesawahan. Hal ini dimaklumi karena Bangunan Mesjig Gunung Jati ada di lereng Gunung. Tinggi tahapan lantai kesatu dengan lantai berikutnya kurang lebih 1 - 1.5 meter dan yang paling menakjubkanku setiap sisi tahapan dilengkapi dengan tempelan-tempelan piring keramik dengan ornamen Budaya China. Sejenak dalam bathinku, mengagumi bahwa sosok Syech Syarif Hidayatullah adalah Pecinta Karya Seni walaupun bersumber dari Budaya Negara yang berbeda jauh dengan Budaya Negara Islam (Arab, red) yang dalam sejarahnya Syech Syarif Hidayatullah belajar Agama Islam dari Negara Arab.
Ketika Jeng Ayu mulai mengabadikan gambar-gambar ornamen dengan BB-nya, aku bertanya padanya :"Jeng apa pendapatmu tentang mesjid dan ornamen china..? ".
Jeng Ayu dengan fokus pada pengambilan gambar-gambarnya menjawab dengan tenang tetapi dengan nada sangat antusias :"Wajarlah. Pertama Isteri Syech Syarif Hidayatullah berasal dari Negeri China yang namanya dikenal dengan Nyi Ong Tin. Nanti kita lihat makamnya".
"Oh.. kok Jeng Ayu paham benar..?". Tanyaku sedikit heran.
"Lha... kan aku baca buku... hehe.. ". Jawabnya menyeringai sambil menunjukkan hasil jepretannya.
Aku tersenyum dan mengagumi hasil jepretannya.
Beberapa saat kemudian kami sepakat mengikuti acara ritual mandi di 7 sumur keramat didampingi pengantar untuk mengurus keperluan proses mandi kami.
Proses ini penting bagi kami karena ada satu keyakinan bahwa proses ini akan membantu kami dalam memudahkan pemahaman dan pendalaman rasa yang sedang kami gali disini. Kemudahan ini sitidaknya karena faktor pengalaman secara langsung dirasakan oleh kami selanjutnya tergantung kami mengembangkan perasaan kami yang disandarkan pada realita yang kami temukan selama kami ada di Mesjid Sunan Gunung Jati.
Perjalanan dan proses mandi 7 sumur dari mulai sumur kemulyaan yang ada disisi kanan Mesjid Gunung Jati memakan waktu kurang lebih 15 menit saja. Maklum, yang dimaksud mandi disini tidak mandi seperti mandi sesungguhnya. Akan tetapi, hanya sekedar diguyur rata-rata dua ember bahkan ada yang hanya dua cangkir kecil dimana satu cangkir hanya cukup untuk cuci muka dan diminum.
Demikianlah prosesi mandi 7 sumur keramat yang diberlakukan kepada semua pengunjung yang ingin melakukan ritual mandi.
Sesaat kemudian, kentungan dipukul dengan tempo dan nada yang sangat teratur yang disusul kemudian Suara Bedug yang bergema seakan mampu menggetarkan Degup Jantungku (mungkin juga pengunjung yang lain,red). Selanjutnya, Adzan Maghrib dikumandangkan lewat pengeras suara yang terpasang pada beberapa titik dinding mesjid.
Saya segera mengambil posisi pada barisan yang masih kosong. Selanjutnya, ritual Shalat Maghrib-pun dimulai dan berjalan seperti Shalat-Shalat di Mesjid lain pada umumnya.
Setelah Shalat Maghrib selesai, barulah kami merasakan satu perbedaan yang sangat nyata. Dimana, dari sekian banyak pengunjung terdapat beberapa sosok yang terus melakukan Shalat Sunnah dan sebagian melafalkan wirid, sebagian lagi membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Dari pandangan mata saya tampak sosok-sosok yang melakukan Wirid dengan menggunakan Tasbeh-Tasbeh berukuran Besar seperti Tasbeh para Biksu.
Dalam hatiku berguman, mungkin besok saya harus mendapatkan informasi dari orang-orang seperti ini secara lebih inten.
Sementara itu, pengunjung-pengunjung rombongan terus bergiliran berdatangan seperti air yang terus mengalir. Dan setiap rombongan yang datang membentuk kelompok-kelompok Shalat tersendiri di dalam Mesjid ini. Sehingga, kita dapat menyaksikan tiga atau lebih kelompok Shalat Maghrib.
Dan setiap setelah selesai Shalat Maghrib, maka rombongan-rombongan itu melanjutkan wirid dan tahlil dengan cara dan gaya masing-masing kelompok yang terkadang berbeda. Kita dapat membayangkan, jika satu kelompok terdiri dari sejumlah penumpang satu bus pariwisata dan dalam mesjid ada 5 kelompok, selanjutnya masing-masing kelompok membaca tahlil dalam waktu yang tidak bersamaan. Sungguh, saya merasakannya bagai deburan-deburan ombak samudra yang terus bergulir tiada henti kecuali jika telah sampai pada waktu Shalat. Sepertihalnya pada malam pertama kami di Mesjid Gunung Jati. Begitu kentongan di bunyikan sebagai tanda waktu Shalat Isya, maka gemuruh Tahlilpun secara perlahan menghilang bagai lautan yang kembali pada posisi tenang dan damai.
Shalat Isya-pun berjalan sebagaimana mestinya dan setelah Shalat isya dilakukan satu demi satu, kelompok demi kelompok meninggalkan Mersjid... Kemanakah mereka...? (Pengunjung, Red).
Aku segera menemui Jeng Ayu yang ada pada bagian kelompok wanita yang ada dibagian kiri. Kami sepakat untuk mengikuti salah satu rombongan untuk melakukan Tahlil pada Makam Syech Syarif Hidayatullah.
Kami bersama rombongan masuk pada pintu pertama yang dijaga oleh para penjaga pintu layaknya prajurit suatu kerajaan. Bedanya, pada pintu ini para penjaga berpakaian ala keraton dan disamping penjaga terdapat tempat-tempat untuk menerima Shadakoh atau amal dari setiap pengunjung.
Dari Pintu pertama kami (termasuk rombongan, red) belok ke arah sebelah kiri yang berjejer petugas-petugas dengan wadah-wadah untuk menerima Amal Pengunjung.
Kurang lebih 15-20 langkah dari pintu masuk pertama berjejer kuburan dan terlihat para pengunjung duduk di area yang telah disedikan serta ada sebagian yang duduk diantara sela-sela kuburan karena tempat yang disediakan tidak mampu menampung pengunjung.
Tepat didepan kami terdapat satu Pintu yang terkunci gembok, berwarna coklat mengkilat seperti dilapisi minyak. Sementara sisi kiri dan kanan pintu terbentang dinding yang ditempeli piring-piring keramik denagn corak budaya China. bahkan, tepat sebelah kanan kami duduk terdapat dua guci china yang berisi air untuk wudhlu / bersuci.
Sesaat kemudian, pimpinan rombongan mulai meminpin acara tahlilan dengan menggunakan pengeras suara (MegaPhone). tak lama kemudian, datang rombongan baru dan menempatkan kelompoknya berada di bagian kiri kami disela-sela kuburan. Pimpinan merekapun mulai memimpin Tahlilan dengan pengeras suara pula.
Sungguh Nyaris bagi kami untuk tidak mampu mengikuti alur Tahlilan yang dikumandangkan lewat MeghaPhone. terlebih-lebih setelah semua kelonmpok rombongan mulai melakukan ritual Tahlilan.
Dalam benakku bertanya, kekuatan energi macam apakah yang telah dicurahkan Syech Syarif Hidayatullah...? Mengingat energi tidak dapat dimusnahkan, akan tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya.
Jawa, 2011-03-06 : 00:07:55 Salam Hormat MIS Mutiara Sukma
MIS Mutiara Sukma mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2011-04-24 21:23:51. MIS Mutiara Sukma dilahirkan di Bandung mempunyai motto Jadikan diri sebagai haadiah bagi kebaikan untuk sesama.
Berita : 242 Karya Resensi : 30 Karya Opini : 33 Karya Puisi : 81 Karya Cerita Pendek : 6 Karya Sejarah : 2 Karya Cerita Bersambung : 3 Karya Laporan : 15 Karya Prosa : 3 Karya Biografi : 12 Karya Wacana : 2 Karya Filsafat : 48 Karya Kisah Nyata khusus Privacy : 4 Karya Pantun : 1 Karya : 4 Karya Lyrict : 1 Karya Surat dari Hati : 68 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 556 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS MIS Mutiara Sukma
Isi Komentar KHARISMATIK MESJID GUNUNG JATI 444
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya KHARISMATIK MESJID GUNUNG JATI 444 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Orang yang tidak memiliki tujuan akan selalu bekerja untuk orang yang memiliki Tujuan
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|