Teringat akan suatu nasehat sekitar 7-8 tahun lalu dari salah seorang tokoh dipesisir utara. Nasehat sederhana tapi cukup menjadi acuan dalam langkah-langkahku berikutnya sampai hari ini, bahwa kita tidak boleh mengabaikan hati nurani. Sebab, bisa jadi suara hati nurani adalah bagian dari bisikan untuk menuntun kita dalam melangkah.
"Pak Anton...". Tanyaku pada Pak Anton yang masih mengendalikan kendaraan dengan baik pada kecepatan 150 Km/jam.
"Ya Pak..". Jawabnya dengan melirikku melalui kaca spion sejenak.
"Sekarang Anak-Anak Pak Anton masih dengan Ibunya..di kampung..?".
"Iya Pak..".
"Apa tidak ada keinginnan untuk menyekolahkan Anak-Anak di Kota.... Hm.. pendidikan di Kota akan lebih baik karena dukungan sarana dan prasarana yang memadai Pak...".
"Dari dulu pengen, tapi persoalannya Ibunya tidak setuju. Katanya kalau mau membiayai anak-anak, sudah kirim saja uangnya ke kampung. Begitu Pak..".
"Iya yah... susah juga mempersatukan pendapat..".
Aku terdiam sejenak. Mata bathinku memandang diriku sendiri yang memang sampai saat ini belum mampu menerima satu pendapat yang cukup prinsip dengan orang-orang sekitarku.
Banyak orang mengatakan aku adalah type orang idealis, aku juga mungkin di cap orang yang kaku dalam menyikapi hal-hal tertentu. Menerima orang lain belum tentu menyetujui jalan fikirannya dan menolak orang lain belum tentu menolak jalan fikirannya. Sebab, kunci satu-satunya ada di daalm hati. Inilah prinsip yang mungkin menjadi persoalan bagi orang-orang sekitarku. Namun, konsep ini pula yang membuatku seperti ini.
Lalu, nalarku segera saja menarik garis perjalananku dengan garis perjalanan Pak Anton.
"Oh Iya Pak Anton. Nampaknya, semua persoalan hanya bisa diatasi dengan rasa cinta dan kasih sayang. Jika saja, Pak Anton ataupun Ibu Pak Anton yang ada di Kampung memiliki rasa cinta dan sayang yang tinggi, barang kali tidak seperti ini kejadiannya Pak Anton". Kataku memecah keheningan, namun sejujurnya kalimat ini ditujukan untuk diriku sendiri. Mengapa..?
Karena, jika saja rasa cinta ini kuat maka tidak ada lagi perbedaan yang tampak. Jangankan perbedaan kecil, perbedaan yang besarpun dapat diperkecil sekecil-kecilnya bahkan bila perlu dapat diabaikan. Dan, jika rasa cinta ini kuat maka yang ada hanyalah ingin rasa memberi bukan sebaliknya. Setiap persoalan selalu dihadapkan dengan diri sendiri dengan pertanyaan perbuatan salah apa yang telah diperbuat saat ini sehingga begini. Perbuatan terbaik apakah yang telah diberikan pada saat ini.. agar pasangan hidup kita bahagia. Dan seterusnya dan seterusnya. Demikianlah ocehan hatiku untuk diriku sendiri.
Hatiku makin mengelana, menjelajahi setiap relung hatiku. Teringat akan masa lalu, lalu mencoba mengukur kesalahan-kesalahan yang pernah aku buat. Dan, benar-benar aku menjadi malu dengan diriku sendiri terlebih jika aku ingat keseharianku, melihat orang-orang sekitarku termasuk Pak Anton yang selalu memujiku.
Aku tidak tahu, mengapa mereka memuji tapi justru pada detik ini sangat terasa bahwa sesungguhnya pujian, sanjungan, penghormatan, dan penghargaan yang telah mereka berikan buatku selama ini sesunguhnya karena semua salah da keburukanku telah dirahasiakan-Nya dengan apik dan super bijaksana.
Tak terasa, hampir saja aku menitikan air mata. Kalau saja hal ini terjadi akan menjadi pertanyaan besar Pak Anton yang tidak mungkin aku dapat menjawabnya. Kalaupun aku berusaha menjwabnya, maka dipastikan akan menjadi pertanyaan terus menerus di hati Pak Anton.
Syukurlah, ketika ini belum terjadi Pak Anton berkata :"Benar sekali Pak. Ya.., saya manusia biasa Pak. Manusia yang memang Tuhan telah ciptakan dengan unsur api, air, angin, dan tanah.. Jadi, ya beginilah saya.
Aku benar-benar terhentak dengan pernyataan Pak Anton. Ternyata, orang sekelas Pak Anton memiliki kesadaran yang cukup tinggi. Lalu, apa yang terjadi.. dengan Pak Anton..? Murni kesalahan Pak Anton-kah.. sebagai manusia biasa..? Gumanku yang terus bergulir pada pertanyan-pertanyaan semakin jauh didalanm lubuk hati.
Didedikasikan buat semua pecinta mutiarasukma.net, semoga menjadi manfaat.