|
Banyak bukti-bukti yang kita saksikan dalam kehidupan ini, dimana seseorang mampu melakukan tindakan sampi melampaui batas nalar. Seperti, beberapa tindakan cerita dibawah ini yang kami kupulkan dari beberapa media informasi.
Tentunya, kami membahasnya dari kacamata kami.
Inilah cuplikan pertama dari tindakan diluar batas nalar manusia :
# CERITA - I -> Rela menjual harta benda demi NII
SURABAYA, KOMPAS.com - Sekretaris Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hadi Subhan mengaku dua mahasiswi setempat telah menjadi korban doktrinisasi ala Negara Islam Indonesia (NII).
"Kami prihatin karena ada mahasiswi kami yang menjadi korban, tapi mereka bukan pelaku, karena keduanya justru direkrut mahasiswa dari universitas lain di Surabaya," katanya di Surabaya, Rabu (27/4/2011).
Ia mengemukakan hal itu setelah pengumuman tiga nama atlet "Airlangga-Semen Gresik Elbrus Expedition 2011" (ASGEE 2011) oleh Direktur Kemahasiswaan Unair Imam Mustofa di rektorat setempat.
Menurut Hadi Subhan, dua mahasiswi Unair yang menjadi korban NII adalah S dan E yang merupakan mahasiswa Jurusan Kimia di Fakultas Sains dan Teknologi (d/h F-MIPA) Unair.
"Kami sendiri mengetahui adanya mahasiswi Unair menjadi korban NII itu melalui informasi dari rekannya yang semula curiga dengan sikap rekannya yang menjadi pendiam," katanya.
Cerita itu beredar dari mulut ke mulut, karena korban yang kebetulan anak petani itu mengaku pernah dimintai uang senilai Rp 30 juta per orang sebagai "sedekah" untuk kepentingan dakwah NII.
"Padahal, ayahnya yang petani terpaksa menjual sapi atau kerbau untuk memenuhi permintaan uang bagi anaknya dengan alasan untuk kegiatan kampus," katanya.
Ia menjelaskan kedua mahasiswi itu direkrut aktivis NII saat kuliah kerja nyata (KKN) di perkampungan di Surabaya. Mereka direkrut saat mereka aktif ke masjid di sebuah perkampungan.
"Mereka sempat menjalani baiat di Tangerang dan Jakarta, tapi mereka lupa bila ditanya tentang kejadian di Tangerang dan Jakarta itu. Mereka hanya menangis saat ditanya pemanfaatan uang Rp 30 juta dari orang tuanya," katanya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak memperdebatkan benar-tidaknya NII, tapi Unair sebagai bagian dari elemen bangsa tidak mungkin melanggar UU atau KUHP dengan perbuatan menyebarkan kebencian kepada negara sendiri.
"Kami akhirnya melapor ke polisi agar kasus NII di Unair dapat dibongkar. Jadi, kasusnya sekarang ditangani Polrestabes Surabaya, tapi kami juga melibatkan sejawat dari bidang psikologi dan kedokteran untuk melakukan pendampingan mereka, karena mereka merupakan korban," katanya.
Namun, katanya, pemulihan kedua mahasiswa itu membutuhkan waktu, karena menyangkut pemulihan mental. "Pegawai Dishub Bogor yang menjadi korban saja membutuhkan beberapa minggu untuk pulih," katanya.
Ditanya langkah antisipasi untuk membentengi mahasiswa Unair dari doktrinisasi ala NII, ia mengatakan pihaknya telah mengumpulkan pengurus UKM (unit kegiatan mahasiswa) untuk berhati-hati.
"Kami minta pengurus UKM untuk memantau dan melaporkan kepada kami bila menemukan dugaan pihak luar yang memasukkan paham yang bersifat ekstrem," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan membekali mahasiswa baru dengan materi ke-Unair-an terkait posisi Unair sebagai bagian dari seluruh elemen bangsa.
# CERITA KE II-> 33,000 Aksi bunuh diri di Jepang
TOKYO, JUMAT - Lebih dari 33.000 orang melakukan aksi bunuh diri di Jepang tahun lalu. Angka bunuh diri melampaui 30.000 jiwa dalam sepuluh tahun berturut-turut meskipun pemerintah Jepang melakukan kampanye untuk mengurangi salah satu kasus bunuh diri tertinggi di dunia itu.
Laporan yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional Jepang Kamis (19/6) menunjukkan 33.093 mengakhiri hidup mereka sendiri pada tahun 2007. Angka tersebut merupakan terbesar kedua dari rekor bunuh diri yang mencapai sebesar 34.427 jiwa pada tahun 2003.
Sebagian besar alasan dari kasus bunuh diri adalah terlilit hutang, masalah keluarga, depresi serta masalah kesehatan lainnya. Terdapat lonjakan juga jumlah kasus bunuh diri yang menggunakan pemakaian gas sulfida hidrogen toksik yang dibuat dari deterjen.
Metode bunuh diri dengan deterjen atau memproduksi racun dengan perlengkapan rumah tangga ini ternyata telah menyebar melalui pesan di Internet. Polisi telah mendesak provider pelayanan internet agar menghapus instruksi untuk memproduksi gas beracun tersebut dari sejumlah situs.
Jumlah kasus bunuh diri melonjak tajam di Jepang setelah gejolak ekonomi tahun 1980an yang mengakibatkan sebagian besar warga Jepang kehilangan pekerjaan dan terlilit utang. Angka bunuh diri di kalangan mereka yang berusia 60 tahun atau lebih meningkat 9 persen menjadi sekitar 12.100 kasus tahun lalu. Sementara kasus bunuh diri pada kalangan remaja sedikit mengalami penurunan.
Mulai Januari hingga Mei 2008, hampir 520 orang melakukan aksi bunuh diri dengan menggunakan gas sulfida hidrogen. Hanya terdapat 30 kasus yang mencakup penggunaan gas tersebut pada periode yang sama pada tahun 2007.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, tingkat bunuh diri di Jepang terbilang terbesar kedua di kelompok 8 negara industri maju G8 setelah Rusia. Pada bulan Juni 2007, pemerintah Jepang berjanji mengurangi tingkat bunuh diri lebih dari 20 persen menjelang tahun 2016.
Namun, para pekerja sosial Jepang menyebut masalah ini kompleks dan memerlukan waktu untuk mencari solusinya. Perfektur Akita di Jepang utara yang merupakan wilayah dengan angka kasus bunuh diri tertinggi di Jepang dalam 13 tahun terakhir telah menjalankan program pencegahan kasus bunuh diri sejak tahun 2000.
"Kami bersyukur pemerintah memikirkan cara untuk menekan angka kasus bunuh diri, namun mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," kata Yukiko Nishihara, pendiri Pusat Pencegahan Bunuh Diri Dunia Befrienders. Kasus bunuh diri tahunan di Akita yang terdiri dari sekitar 1 juta penduduk mencapai puncaknya pada tahun 2003 dengan sekitar 520 kasus sebelum turun menjadi 420 kasus pada tahun 2007.
"Tidak seperti penyakit, penyebab bunuh diri terletak pada sejumlah masalah sosial yang luas," kata Sato. "Jadi hal penting yang perlu diperhatikan adalah memahami perubahan dalam kehidupan sosial - misalnya lonjakan angka pengangguran serta pembengkakan utang," ujarnya.
Bunuh diri bukanlah sesuatu yang aneh di Jepang. Tindakan menghabisi nyawa sendirii bahkan pernah berkembang dengan ritual-ritual tertentu dan menjadi tradisi yang dijunjung tinggi. Bunuh diri dilakukan terkait dengan berbagai alasan seperti rasa malu, atau rasa tanggung jawab pada pekerjaan atau tugas. Bila seseorang merasa sangat bersalah atau menyusahkan orang lain, maka mereka akan sangat mudah melakukan bunuh diri.
Bunuh diri ritual pada zaman dahulu dilakukan dengan mengeluarkan isi perut sendiri. Bunuh diri ritual kaum samurai ini disebut sebagai harakiri. Namun di dunia luar harakiri lebih dikenal dengan sebutan seppuku. Kenapa perut menjadi pilihan? Kenapa bukan bagian tubuh yang lain? Orang Jepang dahulu berpandangan perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat fisik dari tubuh, dan mereka beranggapan perut merupakan sasaran untuk menyatakan kehendak pemikiran, kemurahan hati, keberanian, semangat, kemarahan, tindak permusuhan adan lain-lain.
Pelaksanaan harakiri tidak boleh sembarangan. Berbagai hal telah diatur misalnya tempat, waktu, saksi-saksi, pengawas dan pembantu. Bila semuanya telah siap maka seorang yang akan melakukan harakiri akan membuka kimononya dan tanpa ragu mencabut pisaunya dan segera merobek perutnya dari kiri ke kanan. Setelah si pelaku harakiri sekarat, maka ia akan memberi isyarat kepada pembantu (seperti algojo) untuh menebas lehernya. Namun, tebasan algojo tadi tidak sampai memutuskan leher si pelaku harakiri. Ini dimaksudkan agar kepala tersebut tidak jatuh menggelinding.
Kita mungkin bisa bergidik membayangkan betapa ironis dan sadisnya para samurai yang mengeluarkan isi perutnya dan memotong ususnya tanpa ragu sebelum algojo menebas batang lehernya. Tetapi itulah cara terhormat mati bagi seorang samurai seperti diajarkan dalam prinsip bushido, kode moral kaum samurai. Ini mereka lakukan atas kesetiaan tertinggi kepada atasannya.
Tapi apakah hanya faktor-faktor yang menyangkut harga diri, rasa malu, rasa bersalah dan ikut merasa bersalah yang membuat orang Jepang begitu mudah melakukan bunuh diri? Ternyata tidak!!
Penyebab lain adalah tidak adanya beban psikologis seperti rasa berdosa bagi mereka akan tindakan bunuh diri tersebut. Masyarakat Jepang tidak mempunyai konsep dosa dan hanya berdasar pada etika bermasyarakat saja.
Dalam hidup bersosial, apabila mereka melakukan kesalahan. Maka, kesalahan tersebut murni kesalahan pada manusia, tidak kepada tuhan. Tanggung jawab orang Jepang adalah tanggung jawab kepada sesama manusia. Oleh karena itu, orang Jepang nyaris tanpa beban bila bunuh diri. Tidak ada konsep ketuhanan dalam masyarakat Jepang pada umumnya.
Bunuh diri di Jepang pada awalnya berkembang sebagai tradisi untuk memupuk jiwa patriotik, setia pada atasan (kelompok), jujur dan bertanggung jawab pada tugas serta berani berkorban. Hilangnya nilai-nilai bushido akibat kekalahan tentara jepang pada Perang Dunia II membuat tradisi ini bergeser hingga bentuknya menjadi sekarang ini.
Di pelajaran sejarah dunia, kita mungkin pernah mendapatkan pelajaran tentang PD II yang di dalamnya menceritakan tentang bagaimana perjuangan tentara Jepang dalam mempertahankan diri, bahkan memperoleh kemenangan dalam perang. Mereka sering melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan atau bahkan membumihanguskan diri sendiri seperti halnya menabrakkan pesawat tempur mereka ke pesawat tempur asing. Ini disebut dengan kamikaze. Dan menabrakkan kapal selam mereka ke kapal selam asing yang disebut dengan raiden. Mereka menganggap ini bukanlah penghancuran diri, melainkan penghancuran musuh. Sampai seperti itu mereka mempertahankan kehormatan negara, bahkan sampai rela bertukar nyawa, asalkan musuh mereka juga mati.
Kalau di masa lalu tradisi ini adalah bagian yang tak terpisahan dari kehidupan samurai, maka sekarang adalah bagian dari kehidupan bagi mereka yang bertarung di dunia ekonomi, politik, dan keuangan. Bagian kehidupan dari mereka yang bersaing keras mencapai kemakmuran dan kesuksesan.
Hal ini bisa dimengerti mengapa tradisi ini tetap bertahan dalam bentuk lain karena tidak adanya konsep ketuhanan dan dosa. Ini sangat berseberangan dengan apa yang dianut oleh orang Indonesia yang menganut agama samawi dengan tuhan sebagai suatu kemutlakan, dan adanya pertanggungjawaban kepada tuhan kemudian nanti (kehidupan di akherat).
Masyarakat Jepang memang menyimpan banyak teka-teki dalam kehidupannya dan bunuh diri di Jepang mempunyai nilai filosofi yang tinggi jika dirunntut dari budaya Jepang masa lalu.
Semoga kita bisa memilah-milah sisi yang baik dari Jepang dan masyarakat yang ada di dalamnya sebagi teladan sosial dalam kehidupan kita (karun99oni.wordpress.com/2008/01/24/suatu-pembacaan-ulang-mengenai-arti-bunuh-diri-di-jepang/)
#CERITA -III -> Misi bunuh diri demi selamatkan Warga
Sebaris pesan sedih dikirim seorang pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi kepada keluarganya. Pesan itu berbunyi: “Kami sedang menjalankan misi bunuh diri. Kami terima nasib ini seperti menerima vonis mati.”
Pesan itu merupakan satu dari sekian rekaman kondisi terakhir para relawan Jepang yang kini tengah berjuang menyelamatkan sebagian negeri Matahari Terbit itu dari ancaman radiasi nuklir. Mereka bekerja siang malam untuk mendinginkan reaktor nuklir yang tersisa agar bencana nuklir yang dikhawatirkan tak terjadi.
Pesan itu bagai mengingatkan kembali warga dunia pada ratusan pilot kamikaze Jepang yang rela mati dengan menabrakkan pesawat tempur mereka ke kapal-kapal perang Sekutu pada Perang Dunia II.
Gempa dan tsunami yang melanda Jepang pekan lalu, memicu bencana baru. Reaktor nuklir di Fukushima meledak dan mengirimkan debu radiasi ke wilayah sekitarnya. Ini ancaman nyata bagi seluruh negeri.
Di tengah ketakutan yang mencekam itu, segelintir relawan yang tergabung dalam Fukushima 50, berjuang keras membatasi sebaran bencana itu. Namun, upaya penyelamatan itu bisa berarti bunuh diri, karena mereka bekerja di tengah reaktor yang labil itu.
Tingkat radiasi di pusat nuklir itu memang sudah melewati batas toleransi dan bisa membunuh para pekerja atau menyebabkan sakit dalam beberapa waktu ke depan. Baju khusus mereka pakai di Fukushima Daiichi tidak berfungsi maksimal mencegah kontaminasi.
Meski disebut Fukhusima 50, sebenarnya kelompok ini beranggota 200 orang. Mereka bekerja dalam empat shift untuk mendinginkan reaktor itu. Mereka memilih tinggal, setelah 700 rekan mereka memilih pergi saat tingkat radiasi bertambah tinggi.
Identitas mereka tidak diungkapkan secara detail, namun diyakini, Fukhusima 50 terdiri dari para teknisi garis depan dan petugas pemadam yang tahu betul kondisi PLTN.
Diyakini juga, mereka berusia lanjut dan punya keturunan. Karyawan muda tidak dilibatkan karena radiasi bisa membuat mereka mandul.
Harian The New York Times mengungkapkan para pekerja itu merupakan kelompok terakhir yang dipertahankan di PLTN itu. Di tengah gelap, mereka hanya bermodal senter untuk bergerak. Mereka harus memantau perkembangan terkini, seperti ledakan hidrogen yang telah terjadi berkali-kali sambil mencari cara agar perangkat inti PLTN tidak ikut hancur. Sebab, jika itu terjadi, akibatnya fatal. Zat radioaktif bisa menyebar dalam skala besar.
Maka, dalam dua hari terakhir, mereka berjuang memompa ratusan galon air laut setiap menit ke dalam reaktor yang rusak untuk mencegah lumernya komponen reaktor.
Satu anggota Fukushima 50 mengaku menerima takdir itu. “Seperti menerima hukuman mati,” ujarnya.
Pekerja lainnya malah sudah berpamitan pada istrinya. ”Lanjutkan kehidupanmu dengan baik. Saya tidak bisa di rumah sementara waktu,” katanya.
Pesan-pesan yang mengharukan ini ditayangkan ke publik melalui televisi nasional Jepang. Beberapa anggota keluarga mereka ikut diwawancarai atas “takdir” yang harus dijalani para relawan ini. “Ayah saya masih bekerja di PLTN. Ia mengaku menerima takdirnya, seperti hukuman mati,” ujar salah satu keluarga relawan.
Seorang perempuan bahkan menuturkan, suaminya memilih berada di PLTN Fukushima karena sadar tubuhnya telah terkena radiasi tingkat tinggi.
Keluarga relawan lainnya, mengatakan, ayahnya yang berusia 59 tahun merelakan dirinya berada di Fukushima Daiichi. “Saya dengar ia menjadi sukarelawan, padahal tinggal setengah tahun lagi ia pensiun. Saya terus menangis. Di rumah, sepertinya ia bukan sosok yang mampu mengatasi tugas besar itu. Namun hari ini, saya benar-benar bangga padanya. Saya terus berdoa agar ia kembali dengan selamat,” tuturnya.
Seorang gadis lain mengatakan,” Saya tidak pernah melihat ibu saya menangis begitu hebat.”
Lewat Twitter, gadis itu mengungkapkan perasaannya, “Orang-orang di PLTN Fukushima berjuang dan mengorbankan dirinya untuk melindungi Anda semua. Ayah, kumohon kembalilah dengan selamat.”
Di antara Fukushima 50, lima orang diketahui telah tewas, dua hilang, dan 21 lainnya luka.
Michiko Otsuki, mengaku sedang bekerja di reaktor Fukushma 2, ketika tsunami menerjang. Perempuan ini menuliskan kisahnya di internet yang kemudian diterjemahkan The Straits Times.
“Ketika tanda bahaya tsunami berbunyi pukul tiga, kami tidak tahu ke mana kami akan pergi. Kami segera membenahi reaktor yang tepat di pinggir laut ini dan sudah rusak karena tsunami. Dengan putus asa kami coba perbaiki. Meski lelah dan lapar, kami paksa diri bekerja. Banyak dari kami yang tidak berkomunikasi dengan keluarganya, namun justru harus menghadapi situasi ini dan bekerja keras,” tuturnya.
Ahli fisika, Dr Michio Kaku, mengatakan pada ABC, situasi memburuk beberapa hari terakhir. “Kami berbicara tentang pekerja yang berada di reaktor, yang kemungkinan menjadi misi bunuh diri. dan kami mungkin harus ‘meninggalkan kapal’,” ujarnya.
Michael Friedlander, yang bekerja di PLTN di AS menambahkan, para pekerja ini kemungkinan makan ransum seperti tentara dan minum air dingin untuk bertahan. “Kondisinya sangat dingin, gelap dan Anda akan berupaya agar tidak terkontaminasi selama waktu makan,” terang Friedlander. (surya.co.id/roabaca.com; www.roabaca.com/hot-news/misi-bunuh-diri-demi-selamatkan-seluruh-warga-jepang.html)
#CERITA - IV ->Depresi
Kasus bunuh diri dan depresi di Jepang dalam satu tahun terakhir ternyata telah menelan biaya negara sekitar 2,7 triliun yen (atau lebih dari $ 321 juta).
Saat ini, Jepang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di negara maju.
"Mengingat bahwa jumlah bunuh diri di Jepang lebih dari 30.000 orang selama 12 tahun berturut-turut, ini adalah masalah yang perlu diatasi oleh seluruh bangsa," ujar seorang pejabat Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang.
Kebanyakan bunuh diri baru-baru ini berhubungan dengan utang, masalah keluarga, depresi dan masalah kesehatan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mengakhiri hidup mereka tahun lalu ketika mereka berusia antara 15-69.
Di Jepang, sama sekali tidak ada aturan agama menyikapi bunuh diri ini. Sampai abad ke-19, bunuh diri hanya sebagai itu adalah bentuk hukuman atau penebusan kesalahan. (sa/reuters/wb; www.eramuslim.com/berita/dunia/depresi-ekonomi-angka-bunuh-diri-di-jepang-meningkat-tajam.htm)
Jawa, 2011-04-27 : 16:21:26 Salam Hormat MIS Mutiara Sukma
MIS Mutiara Sukma mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2011-04-24 21:23:51. MIS Mutiara Sukma dilahirkan di Bandung mempunyai motto Jadikan diri sebagai haadiah bagi kebaikan untuk sesama.
Berita : 242 Karya Resensi : 30 Karya Opini : 33 Karya Puisi : 81 Karya Cerita Pendek : 6 Karya Sejarah : 2 Karya Cerita Bersambung : 3 Karya Laporan : 15 Karya Prosa : 3 Karya Biografi : 12 Karya Wacana : 2 Karya Filsafat : 48 Karya Kisah Nyata khusus Privacy : 4 Karya Pantun : 1 Karya : 4 Karya Lyrict : 1 Karya Surat dari Hati : 68 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 556 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS MIS Mutiara Sukma
Isi Komentar KEKUATAN ENERGI RASA MELAMPAUI BATAS NALAR 929
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya KEKUATAN ENERGI RASA MELAMPAUI BATAS NALAR 929 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Setiap kegagalan membawa satu benih kesuksesan.
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|