|
Fragmen I : Ketika Bintang dan Bulan merunduk.
Kerja kerasku selama ini ternyata berbuah manis. Sebagai seorang fotografer profesional, sudah banyak majalah majalah dalam dan luar negri memakai jasaku. Vogue, Metropolitan, Matra, Rolling Stones, Live Style, ShowBizz bahkan Forbes selalu mengantri jadual ku untuk disesuaikan jadual mereka untuk sebuah sesi pemotretan model maupun tokoh yang akan mereka reliese pada edisi berikutnya. Artinya, dolar dolar tak berhenti mengalir di rekeningku juga ketenaran namaku masing masing berposisi dalam puncak indikasi. Kehidupanku tak sepenuhnya berubah, bergelimang harta tak lantas membuatku menjadi lain. Aku masih seorang pribadi yang dikenal oleh keluarga maupun sahabat sahabatku. Mungkin hanya waktuku yang berkurang untuk mereka dikarena kesibukan profesiku. Lainya masih sama, masih cuek, masih semau gue.
Pagi pagi adik sepupuku Erik telah menggedor gedor pintu kamarku. “Bang Desta...bangun bang” suara Erik setengah berteriak. Sebetulnya aku dah bangun sedari tadi. Hanya saja malasku sedang kambuh. Ku lihat jam weker kesayanganku masih menunjuk pukul 07.45, dan aku masih ingin bermalas malas diranjangku. “Hampir jam delapan bang, undangan peresmian studio abang ntar jam sepuluhkan?” Sedetik kemudian suara Erik terdengar lagi. Tak urung aku segera turun dari tempat tidur. Segera kulangkahkan kaki menuju pintu kamarku. “Aduh!!” ketika pintu kubuka berbarengan tangan Erik ingin menggedor pintu kamarku lagi. Bukan pintu yang kena gedorannya, tapi jidatku!. Sialan. “Hehehe” Erik malah meringis menyebalkan. “lihat lihat loe” gertakku. “hehehe maaf bang, untung aja gue gedornya kagak pake palu bang” “ Anak bengal” sumpahku. “Cepat mandilah bang, kita jangan sampai terlambat sampai studio” sambung Erik masih sambil meringis. “iya..iya, bentar lagi aku mandi Rik” jawabku. “Gepe’el bang” imbuh Erik. “Iyaaaaa, cerewet” mataku melotot. “Oh ya Rik, budhe bikin nasi goreng nggak?” tanyaku kemudian. “Mama dah bikin dari tadi bang, mungkin sekarang dah dingin” jawab Erik. “Ya sudah pergi sono, aku mau mandi dulu” usir ku. Kututup pintu kamarku kembali, langkahku menuju bath up dan segera kuputar krannya. Selanjutnya aku benar benar mandi.
Dari kecil aku memang ikut budheku, bermula ketika orang tuaku dipanggil lebih cepat oleh sang Khalik. Kecelakaan maut yang merenggut nyawa ke dua orang tuaku malah membuat diriku lebih cepat dewasa dari anak anak seumuranku. Biarpun budhe Sari tak membeda bedakan diriku dengan anak anaknya, tetapi semenjak dulu pikiranku hanya bagai mana lebih cepat mandiri, lebih cepat bisa mencari uang sendiri dan tidak banyak lagi merepotkan budheku. Karena ku tahu budheku juga bukan tergolong orang kaya. Uang pensiunan dari mendiang suaminya serasa tak cukup untuk kami. Bila saja budheku tidak membanting tulang menerima cucian cucian kotor tetangga dan siangnya berjualan ketoprak didepan rumah, bisa bisa kami bertiga, aku sendiri dan kedua adik sepupuku Eric dan Nadya, tak bisa menerima pendidikan yang layak serta makan cukup tiga kali sehari. Perjuangann gigih budheku dalam melawan keadaan benar benar boleh diacungin jempol.
Sudah dua bulan ini kami menempati rumah baru di kawasan Bumi Serpong Damai. Cukup besar dan cukup mewah untuk ukuran budheku. Tetapi aku tulus memberikan untuknya. Mungkin semua harta yang kumiliki tak cukup untuk menebus jasa jasanya kepadaku. Terimakasih budhe, ucapan itu selalu tak habis di mulut dan hatiku.
Fragmen II : Di kelilingi Bidadari.
Mau tak mau penampilanku harus berubah. Aku harus terbiasa dalam balutan tuxedo atau pakaian formal lain untuk menemui klien klienku. Kecuali bila diriku dalam posisi bekerja mengambil gambar obyek yang menjadi model ownerku, aku bisa memakai pakaian apa saja menurut seleraku. Sampai pada saatnya, dunia yang ku geluti terlalu sering bersinggungan dengan wanita wanita cantik. Ku kira bukan hanya cantik, mereka lebih dari sekedar cantik, apa? ku kira wanita wanita itu memiliki segalanya. Segala apa yang dimaui laki laki, tanpa terkecuali, akupun termasuk di dalamnya. Silih berganti aku menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka. Apa yang ku temui? Kepalsuan, eksploitasi serta jiwa jiwa yang rapuh, hanya itu, tak lebih.
Fragmen III : Lemparan Cinta Nadine.
Ada yang ingin ku katakan padamu Siapapun kau, tergerakah hatimu? Pesanku adalah pesan hati yang kosong Dan kini, hati dan rasaku telah ku larung diharibaan baruna Dibawa oleh sebuah botol Dihampar laut menuju kakimu Niscaya kau tak akan berhenti Teruskan langkah, tanpa pernah memecah botol apalagi mengetahui galauku.
Gadis N. (Merpati selalu mengajakku bercengkerama disebuah bangku di taman raya). 02~02~2002.
Selasai menulis, Andine segera memasukannya pada sebuah botol kosong, dan segera melemparkannya ke tengah hamparan ombak yang bergulung. Ia pasrahkan galaunya kepada laut, ia titipkan resahnya kepada semilir angin yang terus berhembus lembut, seperti yang biasa menerbangkan nyiur nyiur dipantai.
Fragmen IV : Tergeraknya Hati.
Pulau Bidadari Kepulauan Seribu, suatu hari dibulan januari 2003. Desta berjalan setapak demi setapak. Pasir putih terhampar luas diseluruh garis pantai. Langkah Desta kali ini terhenti ketika kakinya terantuk sebuah benda yang setengah tertanam diantara tebaran pasir. Sekali kali ombak masih menjilat jilat, hingga benda itu menampakan dirinya ketika air laut surut. Desta melihat sekilas. Ternyata sebuah botol, yah hanya sebuah botol yang terdampar dibibir pantai, pikir Desta. Desta teruskan langkah, hingga kakinya temui sebuah gunduk kecil dibawah sebatang pohon mahoni. Lantas ia melihat langit, senja kali ini lain dari biasanya, bayangan langit yang memerah pantulkan siluet dan membentuk seraut bayang bayang wajah, sebuah wajah rahasia yang masih tersimpan takdir, dimana seraut wajah itu kelak akan mendampingi Desta dalam suasana apapun. Tak lama Desta berkubang dengan perasaannya sendiri. Hatinya ingin mengajaknya pulang ke penginapan. Tetapi tanpa disangka, kembali kakinya terantuk oleh sembulan leher botol yang mencuat. Ahh, botol yang tadi, pikir Desta.. Iseng Desta mengambilnya. Ia angkat botol itu ke permukaan dan heiii..ada gulungan kertas didalamnya. Sinar matahari yang melemah masih saja mampu pantulkan cahaya ke mata Desta. Desta tak bergegas mengeluarkan isinya, bukan takut kalau kalau jin yang keluar, tetapi Desta ingin melihat isinya di tempat yang lebih terang. Dan tak lama Desta pun kembali ke penginapannya.
Fragmen V : Merpati tak pernah ingkar janji.
Setahun lebih pasca lemparan cinta Nadine yang ia titipkan lewat botol kosong. Seperti yang sudah sudah, Nadine menjalani hidup seperti biasanya. Setiap pulang kerja, ia selalu menyempatkan singgah disebuah bangku taman di antara rindangnya pokok beringin. Kebiasaanya itu telah dijalaninya bertahun tahun. Hingga merpati merpati liar nan cantik yang berdiam disana, sangat2 mengenal Nadine. Nadine tak pernah lupa membawa seplastik jagung untuk diberikan kepada sahabat sahabatnya itu. Hingga terjalin kedekatan yang tak bisa digambarkan antara Nadine dan merpati2 penunggu taman raya tersebut.
Sebelum Nadine beranjak, pelan pelan terdengar desir langkah dibelakang Nadine. Seperti yang dirasakan Nadine, langkah langkah itu makin mendekatinya. Tak urung Nadine pun menoleh. Dilihatnya seorang laki2 tersenyum ramah kepadanya. Nadine pun berdiri dan lekas membalas tersenyum. Dilihatnya laki laki itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Wajah yang tak asing bagi Nadine. Apa lagi dilehernya tergantung kamera nicon dengan lensa bertele lumayan panjang. Orang ini pasti Desta Aprilio fotografer kondang negri ini, batin Nadine. “Hai..” sapa Desta. “Hai juga” balas Nadine, senyum Nadine menguap berganti dengan beberapa pertanyaan yang hinggap dikepalanya. “Merpatinya cantik cantik ya” kata desta. “iiya” jawab Nadine agak tergagap. “Kenalkan namaku Desta” tanpa basa basi Desta memperkenalkan diri. “Aku tahu” jawab Nadine jujur. “oh ya? Hem..kalo begitu apakah aku boleh tahu namamu?” “Apakah itu penting?” Sekilas wajah Desta Nampak dibuat kebingungan oleh jawaban Nadine. “Ehm, ku kira penting, dimana sebuah perkenalan memang seharusnya mengetahui nama orang yang baru dikenalnya” Desta mencoba berdiplomasi. “Begitukah? lalu apa pentingnya perkenalan ini bagimu?” selidik Nadine. Kali ini Desta serasa di skak mat, reflek Desta hanya garuk garuk kepala yang tidak gatal. Tiba tiba saja ingatan Desta menukik kepada penggalan tulisan diatas kertas didalam botol yang ia temukan sebulan yang lalu. “Penting tidak penting itu kembali kepada penganggapnya, hanya saja bagaimana aku harus sampai ke tempat ini..inilah yang terpenting” jawab Desta lirih. “Bila benar tempat ini yang dimaksudkan olehnya, maka berakhir sudah pencarianku selama ini” sambung Desta. Nadine hanya terdiam, sekilas yang dikatakan Desta ada benang merah dengan dirinya, tetapi apa? Nadine tak bisa menjawab, bahkan merabanyapun tidak. “Sudahlah, maafkan aku kalau bicaraku malah ngelantur, aku pamit dulu, selamat sore” pamit Desta. Laki laki itu segera berpaling dan melangkah pelan tinggalkan Nadine. Belum genap tujuh langkah Desta berjalan,Nadine setengah berteriak. “Tunggu”..langkah Destapun terhenti. “Namaku Nadine”. Tak ada kata lagi yang terucap dari keduanya, tetapi pandangan mata mereka seolah olah paham isi hati masing masing.
Fragmen VI : Sekelompok Dewa bermain Dadu.
Bumi beredar mengelilingi Matahari tanpa lelah dan tepat waktu. Kehidupan manusia terus berlangsung. Begitu juga perjalanan dua orang manusia yang bernama Desta dan Nadine. Tiada yang tahu akan perjalanan mereka ke depan. Sedang saat ini, cinta mereka telah mekar sempurna.
“Sudah waktunya kita mulai” Kata salah satu dewa diatas bumbungan langit. Dewa yang lain pun segera bergegas. Seperangkat meja yang lebarnya tiga kali bumi, diatasnya telah siap dua buah dadu takdir. Apapun hasilnya, dewa2 itu sepakat untuk masih tetap berteman. Segera mereka berkerumun, dan mulailah salah satu dewa melemparkan dadunya. Sisi sisi dadu berputar, dimana sisi yang tengadah adalah garis nasib manusia yang disebutkan namanya. Jutaan nama disebutkan, tak tekecuali nama Desta dan Nadine. Semua Dewa yang berkerumun disitu menunggu sambil menahan nafas. Keringatnya menetes deras, keringat2 Dewa itu berubah menjadi angin taufan prahara sesampainya di dunia. “Gambar gunung berkabut (penyesalan dan kesedihan)” lirih berkata salah satu dewa yang mewakili Nadine. “Gambar samudera biru (keiklasan maha dahsyat)” teriak Dewa yang menyebut nama Desta. Segera mereka meributkan apa yang akan terjadi didunia. Nasib telah dilemparkan, sedang manusia tinggal menjalani. “Ini hanya tugas dari Dewa tertinggi, bukan salah kita bila kita menjadikan seseorang menjadi pengemis ataupun seorang pangeran tampan rupawan” Seketika dewa dewa itu terdiam. Hanyut oleh perasaannya masing masing, ketika mereka telah siratkan takdir pada kening masing masing manusia.
Fragmen VII : Laki Laki Buta Di Pinggir Danau.
Desta dan Nadine akhirnya menikah, kebahagian tersirat dimata keduaanya. Sampai pada suatu waktu ketika mereka memutuskan mengisi liburannya ke puncak. Nadine sebetulnya ingin berlibur dijakarta saja, tetapi Desta punya keputusan lain. Desta tetap bersikeras liburan ke puncak, dan akhirnya Nadine pun menuruti kata suaminya. Kebahagiaan suaminya adalah kebahagiaannya juga. Maka dipagi hari yang cerah berangkatlah mereka. “Semua sudah siap dien?” Tanya Desta kepada istrinya Nadine. “Sudah mas, hayuk berangkat” jawaban Nadine sekaligus mengajak segera berangkat. Penuh canda riang mereka akhirnya berangkat, guyonan guyonan desta sangat menghibur Nadine. Tetapi dalam paruh perjalanan mendung sedikit demi sedikit menebal. Tak beberapa lama akhirnya hujan turun. “Hujan deras mas, apa nggak sebaiknya kita istirahat dulu?” “Tanggung dien, ntar aja sekalian istirihatnya bila dah nyampe” jawab Desta. “tapi hati hati ya mas” pinta Nadine. Desta hanya mengangguk. “Mas Desta sudah ada tempat yang di tuju?” Tanya Nadine memecahkan kesunyian. “Jelaslah dien, masak kita sudah berangkat belum ada rencana dimana yang akan kita tuju” jawab Desta. “Kita ke Fila kita sendiri aja to mas? Nadine bertanya lagi. “nggak dien, aku ada satu tempat yang sangat aku suka, pokoknya kalo kita dah nyampai, ku jamin kamu juga akan jatuh cinta pada tempat itu” jawab Desta berikutnya. Nadine hanya mengangguk, tetapi ada sedikit perasaan aneh tiba tiba menyeruak dihatinya. Tetapi segera ia tepiskan sendiri perasaan aneh itu. Yang ia pinta hanya selamat sampai tujuan, tak kurang suatu apa.
Ternyata Tuhan berkehendak lain, disebuah tikungan tajam, dari arah berlawanan tiba tiba ada sebuah truck yang menghabiskan jalur jalan mobil Desta. Desta sangat kaget. Reflek ia banting stir ke kiri. Tak ayal mobil desta keluar dari aspal dan melayang jatuh ke jurang dibawahnya. Teriakan keduanya seolah tanpa arti. Selanjutnya Desta dan Nadine sudah tak sadarkan diri.
Beberapa hari kemudian, Nadine masih belum sadarkan diri. Sedangkan Desta hanya luka luka lecet tak seberapa. Suatu mukjizat bagi Desta, dengan apa yang terjadi ternyata lukanya tak separah istrinya Nadine. “Gimana dok keadaan istri saya?” Desta bertanya kepada salah satu dokter yang merawat Nadine. “Masa kritisnya sudah lewat, luka luka luarnya akan sembuh dengan berjalannya waktu. Hanya saja…maafkan kami pak Desta, kami sudah mencoba dengan segala daya kami untuk menyelamatkan mata ibu Nadine, keadaan terakhir mata ibu Nadine 90% rusak total. Serpihan lembut kaca mobil bapak ternyata menghancurkan retina mata ibu Nadine” dengan nada perihatin dokter itu menjelaskan keadaan terkini Nadine. Desta hanya bisa terduduk. Dan hanya bisa duduk. Perlahan tetes bening mata mengalir perlahan. Bahunya bergetar, seketika tangisnya tak bisa ditahan lagi. Desta menjerit histeris. Dia panggil nama istrinya Nadine. Tapi Nadine masih tetap terbaring diam dalam ketidak sadarannya.
Jam 20.30 waktu Rumah Sakit . “Bang, abang yakin lakukan ini?” tanya Erik adik sepupu Desta. Desta hanya mengangguk, kembali sudut mata Desta mengembun. “Aku sangat yakin Rik, aku titip Nadine yah” lirih Desta berkata. Hati Desta telah bulat, bahwa matanya akan diberikan kepada Nadine istri tercintanya. Setengah jam lagi oprasi pemindahan matanya akan dilakukan. Budhe Sari, Erik dan Nadya hanya bisa hantarkan Desta sampai pintu ruang oprasi. Sekilas mereka melihat Nadine yang belum sadarkan diri telah ditempatkan diruang oprasi semenjak tadi. Bertiga mereka merasakan kesedihan yang tiada terkira. Tiada pilihan lain. Dan mungkin hanya jalan itulah yang terbaik yang menjadi pilihan desta. Sebelum oprasi pemindahan mata benar benar di lakukan, desta telah berpesan kepada keluarganya yang masih tersisa yaitu budhe Sari, Erik dan Nadya. Bahwa kelak bila Nadine telah sadar dan bisa melihat kembali, bilangkan kepada Nadine, bahwa suaminya telah meninggal dalam kecelekaan itu. Desta akan pergi jauh dari kehidupan Nadine. Membawa semua kenangan, cinta dan harapan mereka berdua. Selanjutnya ia akan jadikan monumen tersendiri, yang mengabadi, yang mengekal selamanya, selalu bersemayam didalam jantung dan hati.
Tiga bulan sesudahnya, dikawasan Bandung, nampak seorang laki laki, duduk menyendiri ditepi sebuah danau yang bernama Setu Patenggang, dengan tongkat ditangan serta kaca mata hitam di matanya. Setiap helaan nafasnya hanya terisi permintaan maaf kepada seseorang yang sangat dicintainya.
“maafkan aku istriku,…percayalah, cintaku kepadamu melebihi cintaku kepada diriku sendiri”.
Yogyakarta, 2012-02-26 : 10:50:20 Salam Hormat Gigih Santosa
Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya Cerita Pendek : 14 Karya Prosa : 1 Karya Puisi : 6 Karya Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya Total : 31 Karya Tulis
DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa
Isi Komentar Laki Laki di Pinggir Danau 3421
BACK
ATAU berikan Komentar mu untuk karya Laki Laki di Pinggir Danau 3421 di Facebook
Terimakasih KASTIL CINTA KU ,
CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Orang sukses terus bekerja sebelum orang lain berhenti
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti
|
|