Improving Quality Of Life

Visitor 15.790

Hits 1046

Online 4

KATALOG KARYA
2012.3581 - 223.GIG
Cerita Bersambung - Legenda © 2012-03-30 : 13:11:53 (4403 hari 08:23:15 lalu)
The Power to be your best ternyata tak ku duga, di sini mulai cerita
KRONOLOGIS KARYA » FAJAR MENYINGSING DI BLORA. (CHAPSTER 1 : SEPASANG PENDEKAR GLAGAH KEMBAR) BAG.2 ± Cerita Bersambung - Legenda © GigihSantosa. Posted : 2012-03-30 : 13:11:53 (4403 hari 08:23:15 lalu) HITS : 2941 lyrict-lagu-pilihan-lama ()
RESENSI : Cerita yang digali dari negeri sendiri, dimana sebuah kepahlawanan muncul dengan sendirinya, hanya berpegang sebuah keyakinan tentang kebenaran.
Sepasang kuda beserta penunggangnya tampak melacu kencang membelah sawah sawah, tegal tegal dan hutan jati didaerah randublatung.
Menilik dari pakaiannya dua orang penunggang kuda  itu bukanlah rakyat kebanyakan.
Berpakaian layaknya satria, berpenampilan rapi dengan blangkon mataraman, bersurjan lurik, bercelana batas lutut dengan lipatan dipinggirnya, dan jarit setengah badan yang melingkar rapi dari pinggang sampai diatas lutut, bersabuk bengkung bersulam emas, berterompah dari bahan kulit sapi yang bertali melajur, melingkar, dikedua kakinya, juga tampak sebilah keris berpendok emas dengan lingkaran tretes intan yang berkilauan diterjang sinar matahari penuh, lengkap dengan warangkanya yang terbuat dari gading gajah yang dilapisi emas pada sisi ujungnya, terselip gagah dipinggang kedua penungang kuda itu.
“Sebentar lagi kita akan menemui bukit itu kakang” penunggang kuda yang badanya agak lebih pendek mengabarkan.
“Betul adi, setelah kelokan terakhir didepan, kita akan temui bukit itu” jawab satunya yang berbadan sedikit lebih tinggi.
Dan sesungguhnyalah kedua penunggang kuda itu telah melewati kelokan terakhir dan dalam waktu yang tak beberapa lama, mereka telah sampai pada sebuah tempat dikaki bukit kecil, bertanah bebatuan dan hanya sedikit tanaman yang tumbuh diatasnya.
Segera mereka turun dari kudanya dan menambatkan kudanya disebuah pokok jambu klutuk, yang tumbuh aras arasan dikarenakan kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya.
“Adi, apakah orang tua itu mau menemui kita lagi?” tanya sesorang yang lebih tinggi badanya.
“Semoga kakang, dengan niatan suci dihati kita, dan dengan tekat bulat, orang tua itu semoga mau mengangkat kita menjadi muridnya” jawab seseorang bertubuh sedikit lebih pendek dan nampak yang lebih muda.
Dengan langkah mantab, kedua orang itu segera berjalan kaki menaiki bukit itu dengan satu tujuan menemui seseorang yang dianggap linuwih, untuk dijadikan sebagai guru bagi keduanya.
Langkah keduanya betul betul dipercepat ketika dikejahuan sudah nampah sebuah gubuk kecil yang nampak sepi seperti tak berpenghuni,
“itu dia kakang tempatnya” kata seorang yang lebih muda.
“iya adi, semoga kyai itu berada ditempatnya” sahut seorangnya lagi.
Kedua orang itu benar benar telah sampai di depan gubuk itu, segera mereka menghentikan langkahnya tepat didepan pintu satu satunya yang ada, selanjutnya salah satu dari orang berdua itu memberi uluk salam layaknya seseorang yang akan bertamu.
“Kulo nuwun kyai......” salah seorang dari kedua orang itu memberi uluk salam.
Belum ada jawaban dari dalam, selanjutnya sesorang yang lain melangkah maju mendekati pintu untuk sekedar mengetuknya.
Tok..tok..tok, pintu dari papan sederhana dari bahan papan kayu mahoni itu tak bergeming, belum nampak ada tanda tanda sahutan dari dalam.
“keliatanya sepi adi, apakah orang tua itu sedang keluar?” seorang yang lebih tua bertanya.
“nampaknya begitu kakang, tak ada tanda tanda ada seorangpun didalam gubuk ini kakang”
“lebih baik kita tunggu” imbuh seseorang yang nampak lebih muda.
Keduanyapun sedikit menjauh dari gubuk itu,mendakati pokok randu kapuk yang dibawahnya ada kayu melintang tumbang, yang bisa digunakan untuk duduk, sekedar rehat sejenak setelah lumayan jauh kedua orang itu menempuh perjalan.

Sunyi melanda kedua orang itu, sudah lewat tengah hari seseorang yang ditunggunya belum muncul muncul juga, tapi kedua orang itu tetap sabar menunggunya, dan sesungguhnyalah sampai matahari condong kebarat,seseorang yang mereka tunggu belum nampak tanda tanda kehadiranya.
“apakah kyai itu sedang bepergian ke tempat yang lumayan jauh dari sini?”tanya seseorang yang lebih tua.
“nampaknya seperti itu kakang”sahut orang yang berperawakan lebih pendek dan nampak lebih muda.
“kita tetap akan menunggu sampai kapanpun adi”..seseorang yang lebih tua berkata dengan penuh penekanan,mencerminkan keteguhan hatinya,untuk menggapai sesuatu yang diinginkanya.
“benar kakang, kita akan tetap disini menunggu orang tua itu” sahut yang lebih muda tak kalah semangatnya.

Malam telah menampakan mukanya, bergulung gulung membuat pekat seisi bumi, menggantikan terang di siang hari dengan kegelapan yang sepi,merangkak lambat, memberi kesempatan kepada manusia tuk beristirahat atau manembah,manekung kepada shang hyang widi wasesa atas limpahan rizky yang ditebar pada kesianganya.
Kedua orang itu tetap brada ditempatnya. Kelihatanya sekarang mereka duduk ditanah hanya beralaskan daun daun kering, bersila, saling diam mencoba berkonsentrasi melatih kepekaan indranya.
Melatih kekuatan batin sambil berdoa, mendekatkan diri kepadaNYa, meminta ditambahkan kekuatan lahir maupun batin atas cita cita luhur mereka. Membebaskan penderitaan rakyat dari tangan kumpeni laknat dan para penjilat penjilat pribumi serta tuan tuan tanah kejam yang seenak perutnya berkehendak.
Disaat embun mulai jatuh,kedua orang itu malah sedang berada puncak tinggi tinginya manekung,..dan dalam waktu bersamaan dikejahuan terdengar sayup sayup tembang  yang dilantunkan oleh seseorang dengan penuh perasaan, mengumandang bersama kesunyian malam yang merayab, membuat jelas siapapun yang mendengarnya.
Binatang binatang malampun diam ikut mendengarkan. Seolah segan untuk menyaingi suara tembang yang mengalun merdu, penuh pesan dan makna juga diselingi pujian pujian kepada Shang Hyang Akaryo jagad, memenuhi relung relung batin yang haus akan kasihNYa,bermunajad bersama besarnya cita cita besar yang tak kan pernah usai.

     Jumbuh wedaring kautaman,binarung anglinge bagaskoro
     Sebo madhep kanthi roso sawiji,mangestoni dawuh poro suci...
     Jejering satrio kang mowo perbowo datan pindho pindho hangrungoni
     Mahanani kencenging tetalen, mangabekti mreh sejatining urip
     Kanthi pepadang kang nyoto, kebak asih lan kebak tresno...
    
     Duk uni ono tetembungan, kalimputing tanah jowo asebab watak srakah
     Kang manjing ono sak angganing janmo,polah nisto lan laku asor
     Ndadosno crah, kelalen angger angger, kebak nepsu lan kebak prasongko.

     Poro priyagung kang ngembat nayakaning projo
     Sasat mbudeg bisu mungguh ananing kasunyatan
     Kemulan angler, linambaran kasur mendhut lan sarwo cumawis
     Nlikung amanat kanthi kewasisan olah wicoro
     Datan nggagas mobah musik’ing titah sewantah kang sarwo angel suru pangopo jiwo.

     Duh Gusti kang nguwasani pati urip...
     dalem nyuwun rementehing pangaksomo Ndalem
     Pinaringan Ndalem kang tanpo wates mblender mahanani watak lali
     Tebih saking kautaman,kebak pangajab awon
     Linunture roso kamanungsan, hambeg hangkoro budi candolo.

Tembang itu telah usai dilantunkan. Kedua orang yang sedang duduk bersila itu sampai bergetar, menghayati dan mengupas didalam hati masing masing tentang makna yang terkandung dalam tembang tersebut.
Kurang lebih maksud dan artinya tembang itu adalah:

Seiring kebenaran yang selalu akan mucul seperti matahari..
Mantab menyatu dengan perasaan yang sama, membenarkan dan menjalankan perintah para suci 
Seorang satria yg mempunyai sifat kesatriaan akan selalu mendengar..
Membuat lebih erat memegang kebenaran dan selalu berbakti kepada kehidupan
Supaya terlepas dari kegelapan...
Dan hidup penuh kasih dan penuh cinta.

Dahulu kala ada pepatah bahwa kekalahan Tanah jawa(terjadi penjajahan) dikarenakan ulah segelintir orang pribumi yang kadunungan sifat serakah yang berlebih
Seperti ular beludak rendah, menjilat kemana mana demi perutnya sendiri
Menjadikan perpecahan diantara orang sendiri dan timbulkan kebencian dan prasangka.

Para pejabat yang memangku amanat rakyat, hanya mementingkan diri dan golonganya
Dengan hidup bermewah mewah, menipu dengan gaya bahasanya yang terpelajar, tak melihat rakyatnya yang hidup sengsara, lapar akan segalanya.

Ya Tuhan yang berkuasa akan hidup dan mati
Kami minta maaf dengan apa yang terjadi
Anugrah dariMu membuat kami lupa dan kufur
Jauh dari kebenaran, penuh niat jahat dan lunturnya peri kemanusiaan
Berwatak angkara serta menjadikan kami  berbudi pekerti busuk.

Dan tak seberapa lama kedua orang itupun membuka matanya. Mengamati keadaan dengan seluruh panca indranya, mencari arah suara itu, yang membuat keduanya bergetar, bergidik akan sesuatu yang membuncah didadanya.
Bercampur aduk, bergulung gulung bersama ketidak puasan akan keadaan, kebencian yang tiada tara dengan penjajah kumpeni yang menyebabkan kelaparan dimana mana.
Dan yang terpenting adalah jatuhnya harga diri dititik paling rendah, melata lata diatas tanah, sambil menjilati sepatu sepatu meneer belanda dan tiada keberatan apa bila kepalanya diinjak sekalian, dibenamkan pada comberan yang pekat lelimengan.

Suasana masih saja tampak hening, tetapi bagi indra indra yang sudah terlatih, pergerakan belalang dimalam hari bisa saja terdeteksi.
Disaat itu, kedua orang itu telah berdiri menghadapi segala kemungkinan, setelah usainya tembang yang sempat menggetarkan mereka, di balik rimbunan perdu di hadapan mereka ada aura yang mendekati mereka.
Biarpun malam begitu pekatnya, bulanpun sedikitpun tak nampakan wajahnya, menjadikan malam itu gelap lelimengan.
Kedua orang yang sudah bersiap menghadapi apapun yang terjadi itu nyata nyata telah bersiaga. Memusatkan pikiran menanti apa yang bakal muncul dibalik perdu didepan mereka.
Belum ada tanda tanda kemunculan seseorang, akan tetapi hawa disekitar itu sedikit demi sedikit meningkat. Hingga kedua orang yang telah bersiap itu harus lebih berkonsentrasi melawan sesuatu yang kasat mata, yang ditengarai dengan aura yang  menyebar menyebabkan panas yang bagi orang kebanyakan mungkin sudah jatuh pingsan.
Keringat sebesar jagung telah keluar dari segala sudut tubuh kedua orang itu, mereka bagai terpanggang disebuah api unggun raksasa.
Tetapi mereka tak lepas sedikitpun akan kewaspadaanya. Ternyata kedua orang itu benar benar mempunyai ilmu diatas batas rata rata, keduanya masih menangkupkan tangan, melawan hawa panas itu dengan landasan ilmu masing masing.
Disaat yang begitu gentingnya, hawa panas itu  betul betul menggila, hingga tempat mereka berada seperti melepuh. Daun daun kering telah bergemeretak tanda seperti tersulut api, begitu dahsyatnya hingga kedua orang itu memilih meloncat kebelakang beberapa depa, sambil melontarkan tenaga dalam penuh kearah pusat hawa panas yang berasal dari balik gerumbulan perdu.
Seperti kilat menyambar, dua sinar putih melesat menerjang gerumbulan perdu itu. Tak ayal gerumbulan perdu itu langsung hangus tak tersisa dikarenakan ledakan yang berasal dari dua kekuatan yang beradu,   dhuaaaaaaaarrrrr..
suaranya membelah malam yang hening, hingga bila ada yang mendengarnya pasti dibuat terkejut alang kepalang..dan sesungguhnyalah kedua orang itu telah terlempar kebelakang beberapa hasta. Akibatnya disemua lubang anggota badan kedua orang itu telah merembes darah segar, tanda luka dalam yang parah.

"Adi..kau tak apa apa?" tanya salah seorang dari keduannya.
"Nampaknya aku terluka dalam kakang" yang seorang lagi menjawab diringi serangai menahan sakit.
"Kuatkan adi, kau duduklah sebentar, biarlah aku yang mengamati apa sesungguhnya yang terjadi" salah seorang yang bertubuh agak tinggi telah bisa bangkit dan juga telah bersiap lagi untuk menerima semua serangan seperti apa bentuknya.
Belum sempurna benar seseorang yang lebih tinggi itu berdiri, terdengar suara tawa yang sangat memekakan telinga.
"Ha...ha...ha....ha..ha..Ternyata saudara kembar anak patih kadipaten Blora memang  bukan anak kemarin sore, baiklah, aku akan menampakan diri"
Sekejab dihadapan kedua orang itu telah telah berdiri seorang tua, berbadan sedang malah nampak sedikit kekurusan. Tetapi dengan kuda kuda yang diperlihatkan, orang tua itu pastilah mempunyai kekuatanya bisa diandalkan, dan juga ilmu meringankan tubuhnya betul betul menakjubkan.
Bagi mata awam mungkin bisa mengatakan bahwa seseorang itu bisa menghilang dikarenakan kecepatan yang sudah tak bisa diikuti mata awam lagi, dan sebenarnyalah memang orang tua itu telah mencapai tataran tertinggi aji Seipi Angin.

Kedua orang itu betul betul kaget bahwa orang tua itu betul betul orang dicarinya,orang yang pernah ditemuinya di suatu tempat dimana disaat itu kedua orang itu tengah bertarung melawan kraman dikabupaten blora yang dipimpin sepasang  begal guntur geni, dan saat itu kedua orang itu telah begitu terdesaknya, hampir saja kepala mereka pecah terhantam tongkat baja putih senjata andalan sepasang begal guntur geni yang menderu nderu, berkeliling mengurung kedua orang itu.
Bila saja disaat yang paling genting, disaat selembar nyawa masing masing hampir tercabut oleh hantaman tongkat baja putih. Sebuah sinar biru memecahkan kurungan senjata itu, hingga tersibak dan justru pemilik tongkat baja putih itu terhuyung  huyung kebelakang. Menandakan benturan yang tidak mereka sangka sangka melebihi kekuatan tenaga dalam sepasang begal guntur geni.
"Setan alas, siapa yang mencampuri urusan kami?" Begal guntur geni yang tua yang aslinya bernama Tunggul yudo mengumpat.
"Keluar kau setan alas"" kembali Tunggul yudo menantang.
"Kakang tunggul yudo, apakah tidak lebih baik kita tunda masalah ini sejenak?" bisik begal guntur geni muda, yang tak lain adalah adik kandung Tunggul yudo yang benama Sampar yudo.
Sebenarnyalah terkadang sampar yudo lebih mempunyai pemikiran lebih jernih dari kakaknya  tunggul yudo, terbukti sampar yudo bisa melihat keadaan sedikit lebih jernih dari tunggl yudo yang sudah terbakar emosi.
Dikarenakan dua kelinci buruanya, sudah didepan mulut mereka bisa selamat dan masih hidup sampai saat ini.
"Lihat kakang kekuatan yang membantunya mungkin hanya setara dengan kekuatan guru kita Ki ajar jati, maka sebaiknya kita lepaskan saja buruan kita saat ini, biarlah sepasang  glagah kembar itu bisa sedikit bernapas, kita bisa mengambil napas itu sewaktu waktu"" Sampar yudo mencoba memberikan gambaran kepada kakaknya tunggul yudo.
sejenak Tunggul yudo termangu mangu, tapi dengan pengalaman yang tak diragukan, segera Tunggul yudo menuruti kata2 adiknya.
"Baik adi, kita tinggalkan tempat ini sekarang" begitu kata kata itu lepas, sepasang begal guntur geni meloncat jauh, seketika sudah tak nampak lagi walau sekedar bayangannya saja.

Begitulah yang terjadi sebenarnya, ketika kedua kakak beradik itu telah diselamatkan oleh seseorang yang nyolowadi,yang ternyata seorang tua pertapa yang mengaku sebagai kyai  Pudak cengkar yang tinggal dibukit kemukus.
"Selamat malam kyai" salah seorang yang disebut anak dari patih kadipaten Blora uluk salam.
Kyai Pudak cengkar hanya mengangguk saja, dan langsung menghampiri laki laki satunya yang masih nampak bersila sebagai usaha pemulihan luka dalam yang dideritanya.
"Angger Glagah seto nampaknya butuh istirahat lebih banyak, mari angger glagah wiru memapah adindanya masuk ke gubuk saya" Kyai Pudak cengkar mempersilahkan.
Setelah kedua bersaudara yang bernama Glagah wiru dengan Glagah seto yang juga anak patih dari kadipaten blora masuk ke gubuk kecil sederhana itu, Kyai pudak cengkar segera medar apa yang ia lakukan barusan.
Bahwasanya kyai pudak cengkar hanya ingin melihat sejauh mana tingkat tataran  kekuatan tenaga dalam kedua bersaudara itu, dikarenakan penting sebagai landasan sejauh mana kyai Pudak cengkar akan memulai pembelajaranya kepada dua bersaudara itu ke depan.
Seperti yang telah Kyai Pudak cengkar janjikan sewaktu dipertemuan mereka yang pertama.


Bagian 1 | Bagian 2 | Bagaian 3

Share


Yogyakarta, 2012-03-30 : 13:11:53
Salam Hormat
Gigih Santosa

Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya
Cerita Pendek : 14 Karya
Prosa : 1 Karya
Puisi : 6 Karya
Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya
Total : 31 Karya Tulis


DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa


Isi Komentar Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 1 : Sepasang Pendekar Glagah Kembar) bag.2 3581
Nama / NameEmail
Komentar / Comment
BACK




ATAU berikan Komentar mu untuk karya Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 1 : Sepasang Pendekar Glagah Kembar) bag.2 3581 di Facebook



Terimakasih
KASTIL CINTA KU ,



CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Jika ingin mengali sumur, galilah sampai menemukan air
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti